Senin, 05 September 2011

Laporan Hasil Reuni Ikasmantri Angkatan 94 (1 September 2011)

Semenjak tercetusnya ide akan dilaksanakan reuni Ikasmantri Angkatan 94 bertepatan dengan lebaran 2011, telah tercanangkan tekad, bahwa apapun kendalanya reuni tersebut harus terlaksana. Setidaknya sebagai langkah awal bagi terlaksananya reuni akbar, yang lebih menyeluruh, melibatkan kalau bisa keseluruhan kita, dan mengusung agenda-agenda yang lebih besar, setidaknya bagi kebaikan dan kebersamaan kita, Alumni Smantri angkatan 94.


Dan, Alhamdulillaah, tekad itu akhirnya benar-benar bisa diwujudkan. Tanggal 1 September 2011 lalu, telah dilaksanakan acara reuni, bertempat di Rumah Zulheri Rani (Ai). Meskipun teman-teman yang berkesempatan hadir hanya sebanyak 23 orang, namun tak dapat dipungkiri, bahwa pertemuan yang berlangsung akrab dan santai itu mampu melahirkan pemikiran dan ide-ide brilian mengenai akan kita bawa kemana Ikasmantri Angkatan 94 ini.

Intinya, kita menyadari, bahwa kebersamaan yang dibangun melalui wadah suatu himpunan yang didasari oleh semangat kebersamaan, persaudaraan, dan kekeluargaan, merupakan suatu potensi yang sangat dahsyat. Potensi yang jika didayagunakan secara tepat sasaran dan akuntabel akan banyak memberi manfaat, minimal untuk kita sendiri: KELUARGA BESAR IKASMANTRI ANGKATAN 94.

Menyadari itu, maka pada reuni 1 September 2011 tersebut, kawan-kawan telah merumuskan beberapa langkah dan rencana aksi awal yang paling realistis untuk segera kita wujudkan, sehingga kegiatan "kumpul-kumpul" kita ini menjadi sesuatu yang bermakna dan bermanfaat. Untuk sementara, teman-teman memilih beberapa program aksi sosial sebagai prioritas awal.

Adapun langkah-langkah tersebut adalah:

1. Menghimpun dana secara swadaya dengan mengoptimalkan potensi kita semua. Pada acara reuni itu sendiri, secara spontan berhasil terkumpul uang tunai sejumlah Rp. 1.500.000.
Mengenai bagaimana mekanisme pengumpulan dan pengelolaan dana lebih lanjut, akan dirumuskan kemudian. Intinya, kawan-kawan sepakat bahwa urusan keuangan ini adalah sensitif. Untuk itu akan diupayakan untuk menyusun mekanisme penggalangan dan penggunaan dana ini secara amanah dan akuntabel.

2. Progam bantuan beasiswa untuk anak-anak kita yang berprestasi. Jika sudah terkumpul sejumlah dana, kita akan secara rutin memberi bantuan beasiswa bagi anak-anak kita yang berprestasi secara akademis. Tentunya diprioritaskan bagi anak-anak dari teman-teman kita yang secara ekonomi relatif kurang mampu. Mengenai konsep dan mekanisme pemberian beasiswa ini sedang dirumuskan oleh beberapa orang teman, dengan tujuan agar beasiswa ini nantinya tepat sasaran dan meminimalkan terjadinya ekses yang tidak diinginkan.

3. Program Bantuan Donor Darah. Tak bisa dipungkiri bahwa persediaan darah di PMI selalu berada pada jumlah dibawah kebutuhan. Sering juga kita mendengar banyak teman yang sibuk mencari pendonor saat mereka butuh darah, apakah karena ada kerabat yang kecelakaan, sakit, dll yang membutuhkan transfusi darah segera. Untuk itu, melalui wadah himpunan Ikasmantri 94 ini, kita bisa memfasilitasi teman-teman yang membutuhkan ketersediaan darah. Setidaknya, beberapa orang alumni 94, telah teridentifikasi merupakan para pendonor darah tetap/rutin. Nah, potensi ini lah yang akan kita optimalkan.

4. Program Bantuan Sosial lainnya. Selanjutnya, sebagai wujud kepedulian dan kesetiakawanan, kita juga berencana akan memberikan santunan, bantuan, uang duka, bagi siapa saja anggota kelurga besar Ikasmantri angkatan 94 yang membutuhkan. Wujud dan mekanisme konkrit dari program ini juga akan segera dirumuskan.

Demikianlah teman-teman. Memang ini masih terlalu sederhana, karena kita memang baru saja memulai. Tapi kita harus optimis, bahwa sebuah pencapaian besar, pasti selalu dimulai dengan langkah-langkah kecil dan sederhana yang dilakukan secara konsisten dan bersungguh-sungguh..

Untuk itu, partisipasi aktif dan nyata dari teman-teman semuanya benar-benar diharapkan.

Kami menunggu apapun bentuk kepedulian dari teman-teman. Kritik, saran, pemikiran, finansial, atau apapun yang sifatnya membangun, pasti akan sangat bermanfaat dalam rangka mewujudkan Ikasmantri 94 yang solid dan bermanfaat bagi seluruh anggotanya dan kalau bisa juga menggema aksi dan reaksinya pada tataran/lingkungan yang lebih luas.. Semoga....

Jaya Ikasmantri 94!!


Rabu, 12 Agustus 2009

Nak.....

Nak...ayah kalian barangkali tak kan pernah bisa menjadi orang kaya. Jadi, pandai-pandailah menempatkan diri kalian sebagai anak orang biasa..

Nak...ayah kalian barangkali tak selalu mampu menyediakan pangan terbaik.. Tapi jangan terlalu khawatir Nak.. itu tak berarti ayah tak selalu berusaha penuhi kebutuhan nutrisi untuk tumbuh kembang kalian. Percayalah Nak, banyak orang hebat di dunia ini yang terlahir, tumbuh, dan berkembang, hanya dengan mengkonsumsi penganan sederhana.

Nak...kelak ayah kalian barangkali tidak bisa menyekolahkan kalian di sekolah-sekolah unggulan.. Tapi jangan terlalu risau Nak.. Sekolah unggulan bukanlah jaminan untuk bisa menjadi orang baik kelak.. Percayalah Nak, banyak orang mencapai kejayaan hidupnya tanpa bersekolah disekolah-sekolah unggulan nan mahal itu..

Nak...kelak ayah kalian barangkali tak mampu penuhi kebutuhan kalian untuk gaul.. Tapi jangan ragu Nak.. banyak orang-orang rendah hati di luar sana yang dengan tulus mau berteman dengan kalian, meski kalian tak punya modal untuk dicap gaul..

Nak..kelak andai kalian merasa tak memiliki intelejensi di atas rata-rata.. jangan terlalu cemas akan masa depan kalian. Yakinlah, dengan tekad dan keuletan, masa depan gemilang tak mustahil tetap dapat kalian raih..tapi ingat Nak..kalian tak akan mampu tanpa DOA...

Nak..andai kelak banyak orang meremehkan kalian atas apa yang cuma mampu kalian raih dan lakukan, tak usah bersedih Nak... Sepanjang hidup, Ayah kalian juga mengalami banyak perlakuan tidak simpatik, diremehkan bahkan dilecehkan.. Tapi yakinlah Nak.. Semua itu tak akan mempengaruhi rencana Tuhan atas diri kalian... Sejuta pelecehan manusia atas diri kalian, tak akan mampu mengalahkan kuasa Tuhan jika Dia ingin memuliakan kalian.. Maka dari itu Nak...cuma pada Nya respek tertinggi perlu kalian berikan..

Nak...tak perlu gamang menjalani kehidupan...tak perlu terlalu risau dengan segala atribut dunia yang barangkali tidak akan pernah bisa kalian miliki.. karena kalian hanya butuh hati yang bersih dan hasrat yang kuat untuk mengarungi anugrah kehidupan ini.....


Untuk Ketiga anakku: Nazhifa, dan Si Kembar Fardan dan Fadhlan...

Kamis, 02 Juli 2009

Dilema

Ini masih berkaitan dengan catatan saya sebelumnya (Malam Yang Mencekam dan Melelahkan di Rumah Sakit). Sebagaimana saya ceritakan dalam tulisan itu, saya sempat menjadi saksi meninggalnya seorang pasien di ruang High Care Unit (HCU) Bangsal Anak, dimana anak saya juga sempat dirawat di sana.

Pasien yang meninggal itu, seorang anak laki-laki usia 8 tahun. Setelah tanya sana-sini, saya dapat informasi, rupanya bocah itu meninggal karena keracunan minuman. Menurut cerita yang saya dengar dari obrolan sesama penunggu pasien di ruangan itu, anak itu keracunan setelah meminum minuman kemasan yang sudah kadaluarsa, yang dijual oleh pedagang jajanan di sekolahnya. Jadi ceritanya, sepulang sekolah, anak itu sudah tidak enak badan, muntah-muntah dan demam. Tapi oleh orang tuanya dikira hanya masuk angin biasa, dan diberi pengobatan sekedarnya. Sampai akhirnya anak itu jatuh tak sadarkan diri. Kemudian dilarikan ke rumah sakit. Namun, malang. Jiwa anak itu tidak tertolong. Barangkali karena sudah terlambat dan racun itu sudah terlanjur menjalar dan merusak organ-organ dalamnya yang vital.

Kemudian saya juga mendengar obrolan para penunggu pasien diruangan itu, yang panjang lebar membahas "kasus" itu. Intinya, mereka berpendapat bahwa anak-anak jangan dibiarkan jajan sembarangan di sekolah. Jajanan yang dijual oleh para penjual jajanan itu banyak yang berbahaya, tidak sehat, mengandung bahan-bahan yang tidak layak dikonsumsi, terutama untuk anak-anak. Jadi, sebaiknya anak-anak kita dibekali saja makanan/jajanan dari rumah. Kalau mereka tidak mau bawa bekal dari rumah, beri penekanan tegas pada anak-anak kita itu, jangan jajan sembarangan di sekolah, berbahaya!! Demikian rata-rata pendapat mereka.

Mendengar obrolan seperti itu menimbulkan pemikiran yang dilematis pada diri saya. Disatu sisi, keselamatan anak kita memang harus kita lindungi, bahkan harus dinomor satukan. Namun, disisi lain, lihatlah para penjual jajanan di sekolah-sekolah anak-anak kita itu. Mereka rata-rata masyarakat ekonomi lemah, yang berjuang mencari nafkah untuk sekedar menyambung hidup diri dan keluarga mereka.

Kalau kita bisa sedikit berempati, rasakanlah beratnya perjuangan mereka. Betapa, demi membawa sedikit uang untuk menutupi rasa lapar keluarga mereka dirumah, mereka mati-matian mencari nafkah. Bayangkan beratnya perjuangan para pedagang yang harus memikul atau mendorong gerobak dagangannya di tengah panas terik dan polusinya udara kota. Sedangkan kita yang berada diatas mobil saja kadang merasa sumpek di atas mobil jika AC mobil kita dirasa kurang dingin. Apalagi mereka yang harus mendorong gerobak, betapa kepanasan dan letihnya mereka. Tapi Kita kadang malah mengumpat para pedagang gerobak itu. Bikin macet jalan aja!!

Juga, bayangkanalah, andai semua anak kita dibekali makanan dari rumah, atau kita larang jajan di sekolah, bagaimana nasib para pedagang itu? Pernahkah terbayangkan oleh kita? betapa hibanya hati pejuang-pejuang kehidupan itu mendengar ocehan lugu anak-anak kita pada teman-teman mereka seperti ini, "hei teman-teman, jangan beli jajanan Bapak itu, kata Ibuku jajanan itu berbahaya!!"

Mereka akan pulang dengan dagangan yang utuh karena tidak ada pembeli. Tidak ada uang yang bisa dibawa pulang. Dengan apa mereka harus membeli beras dan sekedar lauk pauk sederhana untuk memberi makan perut-perut lapar keluarga mereka? Terbayangkankah oleh kita? mereka dengan menahan air mata berusaha menenangkan anak mereka yang merengek, "nak..tahan saja rasa lapar itu, kita tak punya uang untuk beli beras..."

Sungguh dilematis. Saya yakin, para pedagang yang sederhana itu, tidak bermaksud meracuni anak-anak kita. Kalaupun memang makanan dan minuman yang mereka jual itu berbahaya, itu semata-mata karena ketidak tahuan dan keterbatasan mereka.

Mereka tidak terlalu paham mengenai zat kimia yang berbahaya untuk makanan, mereka tak paham soal kadaluarsa. Atau, kalaupun mereka sedikit paham, kemiskinan dan keterbatasan modal menyebabkan mereka menutup mata. Mereka tak mampu membeli zat pencampur makanan yang tidak berbahaya, karena mahal, sedangkan modal sangat terbatas. Bagaimana mungkin kita bisa mengharapkan para pedagang dengan modal pas-pasan seperti penjual jajanan sekolah itu mau membuang dagangan mereka yang sudah kadaluarsa? Barangakali mereka berpendapat, "ah, dari pada dibuang, sayang, jual aja, mudah-mudahan tidak terjadi apa-apa pada anak-anak pembeli itu.."

Selain itu, sadarkah kita? Dengan membuatkan bekal makanan untuk anak-anak kita, kita hanya memperkaya para pemodal besar saja. Jika misalnya anak kita, kita bekali dengan sandwich atau roti bakar, setidaknya kita mesti belanja roti tawar, meses, selai, atau mentega/margarin. Semua itu hanya bisa kita beli di swalayan atau setidaknya di warung-warung yang agak besar. Sebuah paradoks, kita memperkaya orang kaya disaat banyak orang miskin yang sebenarnya dapat tertolong oleh sedikit rupiah yang dibelanjakan olah anak-anak kita di sekolah mereka.

Kenapa hidup penuh dilema yang menyesakkan seperti ini???

Jangan sampai jadi kenyataan....... (Sebuah Imaji)

Aku tersentak dari tidur. Tidur yang tidak pernah nyaman, karena udara yang gerah. Aku bangkit dari pembaringan, beranjak Sholat Shubuh. Dalam doa seusai Sholat, seperti doa-doa yang selalu ku ucapkan tiap hari, aku kembali memohon padaNya, "kembalikan bumi Mu ini seperti dulu" "Seperti masa kecilku dulu".. Aku rasa do'a ku itu juga adalah do'a semua manusia seumuran aku, di zaman ini.

Selesai sholat, aku beranjak ke beranda rumah. Di beranda, Aku tertegun di depan sebuah kalender bergambar pemandangan alam yang hijau ranau di tahun 1980-an. Aku tatap gambar itu, sebuah gambar pemandangan yang tidak mungkin ditemukan lagi di zaman ini. Kemudian, aku balik kalender itu, karena bulan sudah berganti. Sekarang terpampang gambar lain, gambar sungai yang mengalir jernih membelah sebuah lembah berhutan lebat. Itu juga foto tahun 1980-an. Di bawah gambar itu sekarang tertera Bulan November Tahun 2050. Di zaman ini, gambar kalender yang paling indah memang gambar pemandangan alam semesta yang hijau alami.

Ya, ini tahun 2050. Di zaman ini, kehidupan manusia sangat berat, karena berhadapan dengan berbagai ancaman bencana lingkungan. Manusia zaman ini kembali berupaya keras untuk memperbaiki berbagai kerusakan lingkungan yang sudah amat parah. Zaman ini, tanggal yang paling disakralkan bukan lagi tanggal 17 Agustus, tapi tanggal 28 November, yaitu Hari Menanam Indonesia. Karena tanggal itu, dianggap sebagai momentum yang paling penting untuk menyelamatkan sisa-sisa kehidupan manusia di Bumi Indonesia ini. Memerdekakan Indonesia dari teror kiamat lingkungan.

Di zaman ini, profesi paling mulia adalah penanam pohon. Mereka menjadi andalan untuk kembali memperbanyak tumbuhnya pepohonan. Pohon-pohon yang diharapkan kembali menjadi sumber penghasil dan perlindungan air. Ya, air, sumber kehidupan. Sesuatu yang sudah sangat langka di zaman ini.

Aku kembali merenung, mengenang masa lalu. Renungan yang selalu berujung penyesalan. Aku teringat disaat aku berumur 5 tahun. Semua sangat berbeda. Masih banyak pohon di hutan dan tanaman hijau di lingkungan sekitar. Setiap rumah punya halaman dan taman yang indah, dan aku sangat suka bermain air dan mandi sepuasnya. Sekarang, kami harus membersihkan diri hanya dengan handuk sekali pakai yang dibasahi dengan minyak mineral.

Dahulu, rambut yang indah adalah kebanggaan, terutama bagi kaum perempuan. Sekarang, kami harus mencukur habis rambut untuk membersihkan kepala tanpa menggunakan air.

Dahulu, para ayah sambil bermain gembira dengan anak-anak mereka, mencuci mobilnya dengan menyemprotkan air langsung dari keran ledeng. Sekarang, anak-anak tidak percaya bahwa dulunya air bisa digunakan untuk apa saja. Sekarang, bahkan mobilpun tak banyak lagi digunakan, karena sulit mendapatkani air untuk mengisi radiatornya.

Aku masih ingat, dahulu seringkali ada pesan yang mengatakan: ”JANGAN MEMBUANG BUANG AIR” . Tapi tak seorangpun memperhatikan pesan tersebut. Orang beranggapan bahwa air tidak akan pernah habis karena persediaannya yang tidak terbatas. Sekarang, sungai, danau, bendungan dan air bawah tanah semuanya telah tercemar atau sama sekali kering.

Zaman ini, pemandangan sekitar yang terlihat hanyalah gurun-gurun pasir yang tandus. Infeksi saluran pencernaan, kulit dan penyakit saluran kencing sekarang menjadi penyebab kematian nomor satu. Industri mengalami kelumpuhan, tingkat pengangguran mencapai angka yang sangat dramatik. Pekerja hanya dibayar dengan segelas air minum per harinya. Banyak orang menjarah air di tempat-tempat yang sepi. 80% makanan adalah makanan sintetis.

Dahulu, rekomendasi umum untuk menjaga kesehatan adalah minum sedikitnya 8 gelas air putih setiap hari. Sekarang, aku hanya bisa minum segelas air setiap hari. Sejak air menjadi barang langka, kami tidak mencuci baju, pakaian bekas pakai langsung dibuang, yang kemudian menambah banyaknya jumlah sampah. Kami menggunakan septic tank untuk buang air, seperti pada masa lampau, karena tidak ada air untuk membersihkan kotoran.

Manusia di zaman ini kelihatan menyedihkan: tubuh sangat lemah; kulit pecah-pecah akibat dehidrasi; ada banyak koreng dan luka akibat banyak terpapar sinar matahari karena lapisan ozon dan atmosfir bumi semakin habis. Karena keringnya kulit, perempuan berusia 20 tahun kelihatan seperti telah berumur 40 tahun.

Para ilmuwan telah melakukan berbagai investigasi dan penelitian, tetapi tidak menemukan jalan keluar.
Manusia tidak bisa membuat air. Sedikitnya jumlah pepohonan dan tumbuhan hijau membuat ketersediaan oksigen sangat berkurang, yang membuat turunnya kemampuan intelegensi generasi mendatang. Morphology manusia mengalami perubahan...…yang menghasilkan anak-anak dengan berbagai masalah defisiensi, mutasi, dan malformasi.

Beberapa negara yang masih memiliki pulau bervegetasi mempunyai sumber air sendiri. Kawasan ini dijaga dengan ketat oleh pasukan bersenjata. Air menjadi barang yang sangat langka dan berharga, melebihi emas atau permata.

Disini, ditempatku tidak ada lagi pohon karena sangat jarang turun hujan. Kalaupun hujan, itu adalah hujan asam. Tidak dikenal lagi adanya musim. Perubahan iklim secara global terjadi di abad 20 akibat efek rumah kaca dan polusi.

Sejak zaman mudaku, sebenarnya telah banyak peringatan bahwa sangat penting untuk menjaga kelestarian alam, tetapi tidak ada yang peduli. Berbagai gerakan penghijauan dan penanaman tidak di gubris dengan serius oleh manusia-manusia di zaman mudaku. Semua hanya sebatas hura-hura dan seremonial belaka. Pohon yang ditanam tidak pernah dipelihara.

Ketika anak-anak di zaman ini bertanya bagaimana keadaannya ketika aku masih muda dulu, aku menggambarkan bagaimana indahnya hutan dan alam sekitar yang masih hijau. Aku menceritakan bagaimana indahnya hujan, bunga, asyiknya bermain air, memancing di sungai, dan bisa minum air sebanyak yang kita mau. Aku juga menceritakan bagaimana sehatnya manusia pada masa itu. kemudian, mereka bertanya: "hai orang tua, kenapa tidak ada air lagi sekarang??

Aku merasa seperti ada yang menyumbat tenggorokannku. Aku tidak dapat menghilangkan perasaan bersalah, karena aku berasal dari generasi yang menghancurkan alam dan lingkungan dengan tidak mengindahkan secara serius pesan-pesan pelestarian... dan banyak orang segenerasiku juga berperilaku sama! Kami berasal dari generasi yang sebenarnya bisa merubah keadaan, tetapi tidak ada seorangpun yang melakukannya dengan bersungguh-sungguh.

Sekarang, anak dan keturunanku yang harus menerima akibatnya. Sejujurnya, dengan situasi ini kehidupan di planet bumi tidak akan lama lagi punah, karena kehancuran alam akibat ulah manusia sudah mencapai titik akhir.

Aku berharap untuk bisa kembali ke masa lampau dan meyakinkan umat manusia untuk mengerti apa yang akan terjadi ... Pada saat itu masih ada kemungkinan dan waktu bagi kita untuk melakukan upaya menyelamatkan planet bumi ini!

..........................
.........

Kring...kring....kring....
Alarm di HP ku berdering gaduh. Aku terjaga. Astaga..aku mimpi jadi orang tua yang masih hidup di tahun 2050... Alhamdulillaah, semua cuma mimpi...

Tapi semua kondisi sebagaimana mimpi itu bukan sesuatu yang tak mungkin terjadi. Kondisi itu malah sudah mulai kita rasakan saat ini. Jadi, sebelum terlambat, marilah kita menjadi generasi yang peduli dengan alam. Kita harus mewariskan alam semesta ini dalam kondisi utuh demi terselamatkannya anak cucu kita kelak dari kiamat lingkungan.

Sudah banyak sarana untuk ikut terlibat aktif dalam upaya melestarikan lingkungan. Dan tahun 2009 ini, salah satunya adalah program yang dimotori oleh Departemen Kehutanan, yaitu ONE MAN ONE TREE.
Ya, satu orang satu pohon. Berarti tahun 2009 ini Indonesia ingin menanam 230 juta pohon untuk dunia. Sudahkah anda ikut menanam??

SALAM RIMBAWAN


(beberapa kalimat dalam tulisan di atas adalah adaptasi dari Translation in free bahasa oleh Yuliana Suliyanti, Aug 2007 atas Publikasi Majalah "Crónica de los Tiempos" April 2002)

Profesi dan Hati Nurani

Barangkali banyak profesi yang dalam pelaksanaannya harus bertentangan dengan hati nurani si pemilik profesi. Contohnya, personil Satpol PP barangkali sebenaranya banyak yang mengalami pertentangan batin saat harus mengusir atau menggusur para pedagang kaki lima, sebab tak tega rasanya melihat orang-orang kecil itu tak bisa mengais rejeki sekedar untuk bertahan hidup. Tapi di sisi lain, tugas adalah tugas, tetap harus dilaksanakan. Contoh lain: Polisi Kehutanan yang terus menerus harus konflik dengan masyarakat yang masuk dan melakukan aktivitas ekonomi, seperti berladang, dalam kawasan hutan. Di satu sisi tuntutan tugas mengharuskan para jagawana itu untuk bertindak tegas. Tapi disisi lain, nurani mereka tak tega. Sebab, sama seperti kasus Satpol PP, masyarakat yang mengokupasi kawasan hutan negarapun juga cuma karena desakan ekonomi yang harus dipenuhi. Bahkan kadang hanya untuk sekedar dapat makan agar bisa bertahan hidup.

Nah, anda tahu konflik batin apa yang terjadi pada seseorang yang berprofesi sebagai kameramen?? Saya juga baru tahu. Kemaren, saya melaksanakan tugas lapangan bersama 2 orang teman. Bersama kami, juga ikut serta seorang kameramen salah satu stasiun TV. Kami hendak meliput pelaksanaan kegiatan penghijauan lingkungan di salah satu Kabupaten. Dalam perjalanan ke lokasi, sang kameramen bercerita, bahwa jadi kameramen itu sebenarnya butuh insting yang tajam. Juga butuh mental yang kuat dan tidak gampang panik. Selain itu, ini yang sulit katanya, butuh sedikit rasa tega atau pengabaian hati nurani.

Insting yang tajam dibutuhkan untuk memburu gambar-gambar yang bagus dan bernilai berita, bahkan kalau perlu sensasional. Mental yang kuat dan tak gampang panik diperlukan agar si kameramen selalu sigap mengaktifkan kameranya saat berhadapan atau mengalami momen-momen genting atau bahkan membahayakan diri mereka sendiri. Menurut sang kameramen, seorang kameramen pemula banyak yang belum memiliki ini. Misal, saat terjadi gempa dan mereka sedang berada di tengah pasar. Para kameramen pemula biasanya akan ikut panik dan lupa dengan kameranya. Mereka akan berteriak; Gempa!! Gempa!! terus berusaha menyelamatkan diri. Sedangkan kameramen berpengalaman, yang sudah kental mental kameramennya, dalam situasi itu akan langsung menyalakan kameranya untuk merekam gambar situasi kepanikan yang terjadi di pasar itu. Sebab, kejadian buruk adalah gambar yang bagus jika berhasil direkam oleh kamera.

Sedangkan rasa tega atau pengabaian hati nurani kadang terjadi saat si kameramen kebetulan menyaksikan situasi seperti bencana, kerusuhan, dan sejenisnya. Dalam suatu kejadian bencana banjir, misalnya. Ketika seorang kameramen melihat ada seorang korban bencana yang hanyut di arus deras banjir, maka sang kameramen akan segera merekam kejadian itu dengan kameranya, bukan menolong si korban.. Aduh, kesannya raja tega ya? Nah, disitulah sering terjadi konflik antara profesi dengan hati nurani seorang kameramen..

Terakhir, anda tau moto seorang kameramen dalam menjalankan tugas? Begini motonya: ANDA BOLEH MENINGGAL SAAT MELIPUT SUATU KEJADIAN, TAPI ANDA HARUS MENINGGALKAN GAMBAR YANG BAGUS.. Hmmm... pantas ada kameramen yang mati-matian menyelamatkan kamera mereka meskipun nyawa taruhannya..

Bagaimana dengan Anda?? Adakah konflik batin dalam pelaksanaan profesi Anda??

Selasa, 23 Juni 2009

Perhatian Untuk Kaum Pria: Ini mungkin juga akan jadi masalah anda kelak

Hari Sabtu (20/6/09) lalu, saya bermaksud akan pangkas rambut di tempat tukang pangkas langganan. Sesampai di tempat pangkas, si tukang pangkas langganan saya rupanya sedang melayani seorang pelanggan. Jadi saya harus menunggu giliran.

Yang sedang dilayaninya itu, seorang pria manula. Menurut perkiraan saya, umurnya tak kurang 75 Tahun. Tapi meskipun sudah sangat tua, masih jelas terihat sisa-sisa kegagahan pada pria itu. Seperti Sean Conery kurang lebih, yang masih tampak sangat gagah di usia senjanya. Nah, pria itu juga demikian, terlihat masih sangat gagah dan tegap. Ketika mudanya pria itu pasti seorang laki-laki yang tampan.

Setelah rambutnya dipangkas rapi, pria itu juga minta rambutnya yang sudah memutih semua dan sudah tipis di sana-sini itu, untuk disemir agar menjadi hitam lagi. Agak geli juga saya melihatnya.. "Ah, sudah setua itu ngapain juga masih ingin rambut tampak hitam?", batin saya. Tapi, tukang Pangkas langganan saya tampak dengan sabar melayani orang tua itu.

Selesai sudah si pria tua. Setelah merapikan diri di depan cermin dan membayar jasa si tukang pangkas, ia pun pergi. Dia nyetir mobilnya sendiri. Tanpa kaca mata pula. Kelihatanya orang tua ini memang masih sangat prima kondisi kesehatannya.

Giliran saya sekarang. Saya duduk di kursi pangkas kemudian dipasangi kain penutup tubuh agar pakaian tidak terkena jatuhan rambut yang dipangkas. Si tukang pangkas langganan saya itu mulai bekerja merapikan rambut saya. Dan, seperti biasa, dia selalu duluan memulai obrolan. Dia memang selalu begitu, bekerja memangkas sambil ngobrol dengan para pelanggan yang sedang dia pangkas. Saya sendiri juga senang dipangkas sambil ngobrol dengan dia.

"Saya ketawa dalam hati aja sama orang tua tadi, Pak", ujarnya memulai obrolan. "Kenapa?" tanya saya. "Ya, lucu aja, sudah tua begitu tapi selalu saja tiap pangkas disini sekaligus minta rambutnya disemir". Emang umurnya berapa?", kembali saya bertanya. "Sudah hampir 80 tahun katanya". Hmm...perkiraan saya tadi tidak meleset jauh rupanya. Ternyata usia orang tua itu memang sudah melebihi 75 Tahun.

Dari keterangan si tukang pangkas saya dapat informasi. Orang tua tadi rupanya seorang akademisi. Dia seorang profesor. Di tahun 80-an dia juga pernah menjabat sebagai rektor sebuah Perguruan Tinggi. Sampai sekarang dia juga masih aktif mengajar di Pergurauan Tinggi itu. Hmm.. pantas, selain terlihat gagah, orang tua itu memang terlihat intelek.

"Kasihan juga dia Pak", lanjut si tukang pangkas. "Kenapa?" Sergah saya. "Dia sering mengeluh dan curhat sama saya tiap kali saya pangkas". Katanya dia masih punya libido yang lumayan tinggi. Sedangkan istrinya, yang jarak umurnya tidak terlalu jauh dengan dia, sudah sangat renta". Tubuh istrinya itu sudah ringkih dan bungkuk, sakit-sakitan pula". "Singkatnya, istrinya itu sudah tidak berfungsi lagi sebagai mitra seksual. Tidak bisa lagi melayani syahwatnya". Si tukang cukur berpanjang lebar bercerita. Dalam hati saya kembali bergumam, "ya, perempuan usia mendekati 80 dan kondisi fisik sudah renta, tentu sama sekali tak memiliki kehidupan sex lagi...

Dengan nada suara dipelankan, si tukang cukur melanjutkan. "Dia ngaku sama saya masih sering terpaksa onani loh, Pak".. Astaga, saya tertegun dan tersenyum kecut mendengarnya. "Kenapa tidak kau sarankan aja dia untuk nikah lagi?". "Sudah Pak, pernah saya bilang begitu. Katanya, dia sebenarnya sangat ingin karena memang merasa sangat butuh, tapi katanya dia kasihan dan tidak tega sama istrinya itu. "Hmmmm..begitu ya.. dilematis juga ya?? pungkas saya singkat.

Setelah itu, saya membatin sendiri. Kasihan juga orang tua itu. Jadi dilematis hidup ini buat dia. Tiap laki-laki pasti ingin tetap sehat sampai setua apapun umurnya. Tapi ternyata kesehatan itu justru menimbulkan masalah tersendiri. Karena masih sehat dan bugar, otomatis vitalitas juga masih berfungsi normal. Kebutuhan akan sex pun tentunya mutlak masih harus dipenuhi. Sementara, partner sex yang sah (istri) sudah tidak berfungsi lagi. Dilematis bukan??

Dan lebih kasihan lagi, orang setua itu, yang harusnya hari tuanya diisi dengan berbagai amal ibadah, terpaksa harus berbuat dosa dengan sering beronani (sebagian ulama menyatakan onani haram hukumnya), karena syahwatnya masih butuh disalurkan.

Nah, dari pengalaman itu saya jadi berfikir. Berarti kaum pria memang mengalami dilema yang pelik. Jika tetap sehat dan bugar hingga uzur, maka kebutuhan sex juga akan tetap ada, sementara istri sudah tidak bisa lagi meladeni. Sebaliknya, jika ingin hari tua tidak terganggu lagi dengan hasrat seksual, berarti seorang pria harus membiarkan tubuhnya tidak sehat dan tidak bugar sehingga hasrat sex otomatis padam. Ibarat makan buah simalakama.

Dalam kasus di atas, sebagian kita barangkali secara gampang akan menuduh bahwa pria tua itu aja yang "ganjen", tak mampu mengendalikan atau menahan dorongan syahwat. Barangkali sebagian kita, terutama perempuan (para istri), akan menunjuk contoh, banyak kok suami yang mampu menahan diri. Tapi perlu kita cermati, jangan-jangan yang mampu menahan diri itu memang para pria yang sudah "padam" hasratnya saja. Atau, kalaupun kita juga yakin mereka memang masih sehat dan bugar tapi tetap mampu menahan diri, apakah kita juga yakin mereka tidak pernah onani?

Kita tentu paham kodrat manusia, terutama laki-laki, bahwa kebutuhan sex adalah kebutuhan biologis. Sama halnya dengan kebutuhan makan dan minum. Ia harus dipenuhi agar keberlangsungan hidup sebagai manusia tetap terjaga. Bukankah orang lapar kadang terpaksa mau makan nasi sampah?

Saya jadi teringat dengan konsep poligami dalam Islam. Barangkali inilah salah satu bentuk kesempurnaan ajaran Islam. Islam tahu persis berbagai problematika persoalan hidup manusia, termasuk persoalan dalam konteks cerita di atas. Barangkali juga karena itulah makanya Islam mengatur adanya kesempatan bagi laki-laki untuk berpoligami. Salah satu tujuannya, agar para laki-laki tidak perlu berbuat dosa dengan sering beronani dihari tuanya karena istrinya tidak lagi bisa jadi mitra seksual..

Dan, sebenarnya ada alternatif solusi selain poligami. Sebab, seperti cerita di atas, memang banyak laki-laki yang tidak tega "menyakiti" istrinya dengan berpoligami. Alternatif itu adalah MUT'AH. Tapi alternatif ini tidak mungkin diterapkan di Indonesia. Karena dalam pemahaman Ta'wil Islam Mainstream di Indonesia, MUT'AH dinyatakan haram... Wallaahualam....

Senin, 22 Juni 2009

Malam yang mencekam dan melelahkan di Rumah Sakit..

Seminggu yang lalu salah seorang dari putra kembar saya,Fadhlan, harus dirawat di Rumah Sakit. Tidak saya duga bocah itu akan dirawat. Karena dari penglihatan awam saya, dia cuma mengalami batuk biasa, dan itupun baru 4 hari. Tapi, ternyata anak saya itu harus dirawat, karena divonis mengidap pneumonia. Infeksi paru-paru bahasa gampangnya.

Saya makin khawatir, karena ternyata Fadhlan harus dirawat di HCU (High Care Unit) bangsal anak, yaitu tempat perawatan pasien anak yang mengalami kondisi gawat dan kritis. Begitu masuk, Fadhlan segera dipasangi infus dan oksigen. Kata dokter, Fadhlan juga harus berpuasa makan dan minum. Untuk sementara asupan makanannya cukup melalui infus saja. Aduh, saya benar-benar shock dengan kondisi itu. Parah juga rupanya kondisi Fadhlan. Nafasnya memang terihat sesak saat itu.

Bocah itu harus dipasangi infus dan oksigen secara paksa. Tak gampang, meskipun kaki dan tangannya dipegangi para perawat, susah mencari titik pemasangan infus pada anak 10 bulan yang terus berontak sejadi-jadinya. Kasihan Fadhlan, pasti dia stress mendapat perlakuan seperti itu. Dan saya khawatir, dia tidak akan nyaman dengan slang-slang infus dan oksigen itu. Benar saja, setelah terpasang, berkali-kali slang infus dan oksigen direnggut sampai copot. Berkali-kali pula titik pemasangan infus dipindah-pindah. Dari tangan pindah ke kaki, pindah lagi ketangan. Ketika dia sudah mulai terbiasa dengan banyak slang menempel dibadannya, persoalan belum selesai. Karena terus bergerak, tak bisa diam, infus berkali-kali macet karena terjadi pembekuan darah di bagian jarum yang terhubung dengan pembuluh darah. Berkali-kali pula perawat harus memperbaikinya. Duh..repotnya bila si kecil sakit... Alhasil, saya dan istri harus terus-terusan mengawasi dan kalau perlu menggendong Fadhlan. Menjaga supaya dia tidak banyak bergerak dan tidak kembali mencabut infus. Benar-bernar situasi yang tidak mudah bagi saya saat itu.

Namun, itu belum seberapa. Pengalaman "mencekam" justru baru saja dimulai. Setelah beberapa jam diruangan HCU itu, Fadhlan mulai sedikit tenang. Di sebelah kiri ranjang tempat Fadhlan dirawat, sudah ada pasien. Anak umur 18 bulan. Mengalami sesak nafas juga. Tapi kondisinya lebih memprihatinkan, karena beberapa bulan sebelumnya mengalami operasi jantung. Selain itu, dia juga penderita down syndrome, dan baru saja seminggu yang lalu keluar dari RS yang sama karena terkena DBD. Bocah yang malang. Tapi orang tuanya terlihat tabah dan sabar menghadapi kondisi buah hati mereka itu.

Di sebelah kanan ranjang Fadhlan, juga ada pasien. Yang ini kondisinya jauh lebih menggenaskan lagi. Seorang bocah laki-laki berusia sekitar 11 tahun terbaring dalam kondisi koma. Dari info selintas yang saya dengar, katanya anak itu keracunan. Begitu banyak slang yang terpasang ditubuhnya. Selain slang infus dan oksigen, juga ada slang yang mengalir kesebuah tabung. Dan di dalam slang itu tampak mengalir cairan berwarna merah kehitam-hitaman. Saya tidak tahu cairan apa itu. Sepertinya cairan itu mengalir dari salah satu organ dalamnya.

Tak berapa lama kemudian pasien koma itu menampakkan kondisi yang tidak stabil. Beberapa orang dokter dan perawat mengambil tindakan prosedural. Beberapa peralatan medic, yang saya tidak tau namanya, dikeluarkan dan digunakan sebagai upaya optimal menyelamatkan si pasien. Termasuk alat listrik untuk memberi efek kejut ke jantung. Namun, akhirnya, bocah itu tak tertolong. Meninggal. Kami yang masih kerepotan mengatasi Fadhlan, ikut menjadi saksi berpulangnya pasien cilik itu. Tak berapa lama kemudian, mayatnya dibungkus dengan kain seadanya. Menunggu pihak keluarga menyelesaikan urusan agar jenazah bisa dibawa pulang. Berselang lebih kurang 2 jam, mayat itu dijemput oleh keluarganya. Ayahnya membopong jenazah yang sudah kaku itu menuju ambulan. Sang ayah terlihat cukup tabah ditinggal selamanya oleh sang anak. Dan, kami lega. Sebab tak enak rasanya perasaan selama dua jam melihat mayat terbujur tepat disebelah ranjang tempat anak kami dirawat.

Tapi, sekali lagi,cobaan tidak hanya sampai disitu. Malam itu, ruangan HCR bangsal anak rupanya sudah menjadi target utama malaikat maut yang ingin menjemput bocah-bocah yang malang didunia namun akan menjadi penghuni syurga. Sekitar pukul 8 malam, masuk lagi seorang pasien berumur lebih kurang 8 tahun. Kali ini perempuan. Juga dalam keadaan koma dan kritis sekali kelihatannya. Prosesi seperti pada pasien yang meninggal siang tadi kembali terjadi.. Persis sama, dokter dan perawat berupaya keras, dan berbagai peralatan medic kembali digelar. Bedanya, kali ini keluarga pasien terlihat banyak yang menunggui saat-saat genting itu. Tanpa sadar sebagian mereka masuk ke ruangan HCR yang harusnya steril itu masih menggunakan alas kaki. Ruangan yang memang sudah panas itu makin terasa gerah. Beberapa kerabat dekat pasien yang sedang sekarat itu terlihat histeris. Sambil terus menangis mereka memberi tekanan psikologis kepada tim medis yang sedang berupaya maksimal itu agar menyelamatkan nyawa anak mereka. Bahkan, ayah pasien itu sambil menangis, berkata pada tim medis: "saya ikhlas anak saya ini meninggal, asal bapak ibu sekalian sudah bekerja maksimal berupaya menyelamatkan nyawanya"..

Suasana terasa mencekam. Kami dan beberapa penunggu pasien lain ikut-ikutan stress karena suasana saat itu.. Sudah menjelang tengah malam. Tapi suasana di ruangan itu sangat gaduh.. Anak kami dan pasien-pasien cilik lainnya terlihat tidak nyaman dan tidak bisa tidur.. Sementara, Tim medis sudah terlihat mulai putus asa dengan kondisi pasien tadi. Sudah berbagai upaya dilakukan. Berbagai obat sudah disuntikkan. Juga tak henti secara bergantian paramedis itu mengorek-ngorek mulut pasien, menekan-nekan dadanya, dan berbagai upaya lainnya yang saya tak paham. Tapi, kembali, malam itu malaikat maut tak hendak pergi tanpa hasil agaknya. Pasien itu akhirnya juga tak tertolong. Meninggal dengan disaksikan bahkan dikerumuni oleh banyak sekali kerabatnya di ruangan itu.

Sontak, suasana jadi makin tak terkendali. Begitu pasien dinyatakan meninggal, kerabatnya makin histeris. Lolongan tangis makin menjadi-jadi. Ayah si pasien bahkan tak mampu mengendalikan dirinya. Ia shock berat. Meraung-raung sambil berguling-guling di lantai ruangan itu tanpa dapat ditenangkan oleh kerabatnya yang lain. Ia lupa dengan kata-katanya tadi yang katanya akan mengikhlaskan anaknya itu andai memang ajal menjelang. Bahkan istrinya sendiri yang juga tak kuasa menahan tangis juga tak mampu menenangkannya. Oh Tuhan... malam itu benar-benar malam yang berat bagi saya. Dalam keadaan anak yang masih belum jelas kondisinya, saya menjadi saksi meninggalnya 2 orang pasien tepat di depan mata.. Saya peluk erat Fadhlan.. Dua kejadian dalam beberapa jam itu membuat Saya jadi sangat khawatir akan kondisi Fadhlan.. Saya bergumam dalam doa.. Tuhan, beri yang terbaik untuk Fadhlan..

Akhirnya.. Menjelang jam 12 tengah malam..kondisi kembali normal.. Ruangan kembali tenang.. barulah para Pasien di ruangan HCR bangsal anak itu dan kami para penunggunya bisa mulai beristirahat.. Benar-benar malam yang mencekam dan melelahkan..