Sabtu, 29 November 2008

100 Tahun Kebangkitan Nasional, Indonesia Tanam 100 Juta Pohon


Gubernur Sumatera Barat Gamawan Fauzi meresmikan kegiatan Aksi Penanaman Serentak 100 Juta Pohon di Komando Armada Republik Indonesia Kawasan Barat Pangkalan Utama TNI Angkatan Laut di Teluk Bayur Kecamatan Bungus Teluk Kabung, Jumat 28 November 2008. Kegiatan ini merupakan awal dari rangkaian kegiatan HARI MENANAM POHON INDONESIA DAN BULAN MENANAM NASIONAL. Tema yang diangkat tahun ini adalah: “Penanaman Serentak 100 Juta Pohon dalam Rangka Peringatan 100 Tahun Kebangkitan Nasional”, dan Sub Tema “Wujudkan Hutan Lestari, Masyarakat Sejahtera, Indonesia Bisa”.

Kegiatan ini merupakan aksi nyata sebagai tindak lanjut atas telah diterbitkannya Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2008 tentang Penetapan tanggal 28 November sebagai Hari Menanam Pohon Indonesia dan bulan Desember sebagai Bulan Menanam Nasional. Dengan terbitnya Keppres ini, diharapkan kegiatan menanam bisa menjadi kegiatan yang berkesinambungan di seluruh Indonesia.

Acara pencanangan untuk tingkat Provinsi Sumatera Barat ini diikuti oleh berbagai elemen masyarakat, baik unsur Muspida, DPRD, swasta, pelajar, LSM, dan kelompok-kelompok masyarakat lainnya. Pada acara tersebut, Gamawan Fauzi membacakan sambutan Menteri Kehutanan RI. Dalam sambutannya Menteri Kehutanan antara lain menyampaikan:

Bahwa makna yang terkandung dalam terbitnya Keppres Nomor 24 Tahun 2008 adalah, untuk pertama kali kita memiliki hari/waktu dimana seluruh rakyat Indonesia dimanapun berada menanam pohon secara serentak. Terbitnya Keppres tersebut juga merupakan suatu momentum dimana Pimpinan Nasional mengajak seluruh rakyat Indonesia dimanapun berada untuk secara sadar mau melaksanakan kegiatan menanam dan memelihara pohon, yang diharapkan dengan kegiatan tersebut memberi sumbangan terhadap pemulihan kerusakan sumberdaya hutan, sekaligus juga membangun budaya sadar menanam sebagai sikap hidup Bangsa Indonesia.

Hal ini menjadi sangat penting mengingat kondisi hutan dan lahan kita saat ini. Disekitar tempat kita berada masih banyak hutan yang kritis, bukit-bukit yang gundul, lahan kosong yang tidak terurus dan tidak jelas pemiliknya, lahan tegal dan pekarangan terbuka, jalan yang gersang, perkantoran, tempat publik dan tempat ibadah yang belum memiliki ruang hijau yang memadai. Dengan didorong semangat Kebangkitan Nasional Menhut mengajak kita semua segera memperbaiki keadaan tersebut dengan sungguh-sungguh. Apabila upaya rehabilitasi terhadap lokasi-lokasi tersebut tidak segera dilakukan, maka yang terjadi kita akan menuai bencana dikemudian hari. Berbagai bencana karena kerusakan hutan dan lahan sebenarnya telah kita rasakan dibeberapa wilayah Indonesia, seperti terjadinya banjir dan tanah longsor dibeberapa daerah yang menyebabkan kerugian harta benda dan bahkan korban jiwa. Selain itu kita juga menghadapi ancaman bencana kekeringan di musim kemarau.

Tidak ada cara lain untuk mencegah bencana alam tersebut, kecuali dengan sungguh-sungguh kita melaksanakan Rehabilitasi Hutan dan Lahan pada lahan kritis secara berkesinambungan, baik melalui proyek pemerintah maupun oleh partisipasi seluruh masyarakat. Apabila kita tidak melaksanakan rehabilitasi hutan dan lahan dengan berhasil, maka kita akan dituding sebagai perusak sumber daya alam hutan oleh generasi berikutnya. Demikian Menhut.

Menhut juga mengingatkan kembali beberapa hal yang perlu dilakukan oleh semua pihak dalam pelaksanaan Hari Menanam Pohon Indonesia dan Bulan Menanam Nasional, sebagai berikut:

Pertama: Kepada para pemimpin daerah mulai dari Lurah, Camat, Bupati/Walikota, Gubernur beserta jajarannya diminta agar kegiatan menanam pohon benar-benar dilaksanakan dengan sebaik-baiknya dan terus dimonitor keberhasilannya dan melaporkan kepada Departemen Kehutanan.

Kedua: Kepada seluruh BUMN/BUMS untuk berpartisipasi dalam kegiatan menanam pohon baik di lingkungan masing-masing dan dapat memfasilitasi masyarakat untuk menanam pohon.

Ketiga: Kepada seluruh pihak yang telah melaksanakan penanaman di seluruh tanah air, diminta untuk dipelihara, dijaga, dan dipantau dari gangguan, baik hama tanaman, ternak, kebakaran, dan lain sebagainya, agar usaha kita dalam memulihkan kerusakan lingkungan dapat berhasil.

Keempat: Kegiatan menanam pohon tidak berhenti hanya pada acara tanggal 28 November, namun dilanjutkan pada bulan berikutnya, terutama bulan Desember sebagai Bulan Menanam Nasional, serta bulan-bulan berikutnya sesuai dengan kesesuaian musim hujan.

Diakhir acara, Gubernur dan Istri melakukan penanaman pohon secara simbolis, diikuti oleh pimpinan berbagai lembaga pemerintah maupun non pemerintah yang ada di Kota Padang, antara lain Ketua DPRD Sumbar, Wali Kota Padang, Komandan Lantamal, kemudian dilanjutkan oleh massa peserta upacara lainnya menanam berbagai jenis pohon.

Pada hari yang sama, kegiatan pencanangan juga berlangsung di seluruh Indonesia. Di Sumatera Barat, sebanyak 15 Kabupaten/Kota melaksanakan pencanangan pada hari yang sama dipimpin oleh Bupati/Walikota atau unsur pimpinan daerah masing-masing. Sedangkan tiga daerah, Kabupaten Padang Pariaman, Kabupaten Pasaman Barat, dan Kota Payakumbuh direncanakan melaksanakan pencanangan pada hari Senin 1 Desember 2008. Tentunya kegiatan menanam ini bukan hanya kegiatan pencanangan dan seremonial belaka. Pada hari-hari berikutnya, terutama pada Bulan Desember yang merupakan Bulan Menanam Nasional, berbagai elemen masyarakat secara swadaya akan melaksanakan penanaman masal dilokasi-lokasi yang telah ditetapkan sendiri oleh masyarakat secara partisipatif.

Kegiatan Hari Menanam Pohon Indonesia dan Bulan Menanam Nasional wilayah Sumatera Barat, untuk tahun 2008 ini, ditandai dengan antusiasme yang tinggi dari berbagai elemen masyarakat. Konsep penanaman secara swadaya yang dicanangkan pemerintah mendapat respon yang besar dari masyarakat Sumatera Barat. Ini terbukti dari permintaan bibit tanaman dari berbagai elemen masyarakat di kabupaten/kota se Sumatera Barat ke Departemen Kehutanan yang mencapai jumlah 4 Juta batang bibit. Padahal kemampuan Departemen Kehutanan untuk memenuhi kebutuhan bibit untuk Sumatera Barat pada kegiatan tahun 2008 ini hanya sejumlah kurang lebih 1,8 juta batang bibit.

“Ini suatu gejala yang menggembirakan”, ujar Ir. Djonli, MF, Kepala Balai Pengeloaan Daerah Aliran Sungai Agam Kuantan (BPDAS AK). BPDAS AK adalah Unit Pelaksana Teknis Departemen Kehutanan yang bertanggung jawab dalam penyediaan bibit tanaman untuk kegiatan penanaman serentak ini. Lebih lanjut menurut Djonli, “jumlah pemintaan bibit dari masyarakat yang jauh melebihi kemampuan Dephut menyediakan bibit ini, menunjukkan bahwa masyarakat Sumatera Barat telah sadar dan mau menanam”. “Mudah-mudahan kesadaran menanam ini terus berlanjut, dan tentunya kita berharap agar kesadaran menanam tersebut juga diikuti dengan kesadaran untuk memelihara tanaman yang telah ditanam”.

Masih menurut Djonli, “Kunci keberhasilan kegiatan penghijauan lingkungan maupun kegiatan Rehabilitasi Hutan dan Lahan lainnya, sehingga berimplikasi positif pada upaya perbaikan lingkungan, memang terletak pada kesadaran masayarakat”. Sebab kegiatan tersebut memang seharusnya menjadi tanggungjawab bersama seluruh unsur masyarakat”. Kegiatan-kegiatan tersebut tidak akan berhasil jika tidak didukung oleh semua pihak. “Peran pemerintah harusnya hanya sebagai fasilitator dan regulator saja”, ujarnya. “Mudah-mudahan untuk tahun-tahun berikutnya, selain sadar untuk melakukan kegiatan penanaman swadaya, diharapkan masyarakat juga mau berswadaya dalam penyediaan bibit tanamann yang akan ditanam”. “ Dengan demikian jumlah bibit yang akan ditanam jumlahnya bisa jauh lebih besar ketimbang hanya mengharapkan bibit yang disediakan Departemen Kehutanan”, demikian pungkas Djonli.

Selasa, 18 November 2008

BASKET HIDUP SAYA ... (1)

BASKET HIDUP SAYA!! Kalimat ini adalah jargon yang diusung sebuah produk rokok saat gencar-gencarnya mensponsori Kompetisi Bola Basket Utama (Kobatama) di era pertengahan hingga akhir 90-an. Namun, buat saya, kalimat "Basket Hidup Saya" juga mewakili apa yang saya alami di sepenggalan hidup saya semenjak menginjak remaja hingga saat ini. Saya menemukan jati diri ditengah galaunya pancaroba masa remaja melalui basket, menjadi pribadi yang lebih percaya diri karena basket, menemukan teman-teman terbaik di lingkungan basket, melalui vase-vase kehidupan yang penuh warna dan dinamika di dunia basket. Bahkan, saya bisa mencapai tahapan kehidupan seperti sekarang ini juga karena basket. Ya, BASKET HIDUP SAYA!!

Sebenarnya, semasa kecil, saya bercita-cita menjadi pemain sepakbola. Alam pikiran masa kecil saya saat itu begitu terinspirasi oleh kiprah tim nasional sepakbola Indonesia pada Pra Piala Dunia tahun 1986. Para punggawa timnas saat itu begitu ngetop. Sebut saja nama, Bambang Nurdiansyah, Dede Sulaiman, Marzuki Nyakmad, Heri Kiswanto, Eli Idris, Rully Nere, Zulkarnain Lubis, Penjaga Gawang Hermansyah, dan lain-lain. Kebanyakan orang Indonesia pasti familiar dengan nama mereka. Sebab setiap laga timnas selalu disiarkan secara langsung oleh TVRI, satu-satunya stasiun televisi saat itu. Dengan demikian, otomatis setiap laga timnas itu disaksikan oleh kebanyakan masyarakat Indonesia, termasuk saya. Rugi sekali rasanya kalau tidak ikut menonton laga timnas lewat televisi. Penampilan mereka di lapangan hijau itu dimata saya terlihat begitu heroik.

Sejak itulah, saya bercita-cita jadi pemain sepakbola nasional. Sejak saat itu pulalah saya semakin getol bermain sepakbola. Hampir semua waktu luang, saya habiskan untuk bermain bola, tidak peduli pagi, siang, sore, atau bahkan malam sekalipun. Ketika itu, bermain sepakbola seolah segala-galanya dalam hidup saya. Lebih penting dan lebih nikmat daripada hal apapun di dunia ini. Gara-gara keranjingan bermain sepakbola, suatu waktu, saya mengalami kecelakaan lalu lintas. Tertabrak motor ketika mengejar bola yang meluncur ke jalan raya saat saya dan teman-teman bermain bola di halaman sebuah kantor instansi pemerintah.

Namun, selain sangat kecanduan bermain sepakbola, saya juga tertarik dengan permainan bola basket. Rumah keluarga saya dekat dengan komplek sebuah SMA yang ada lapangan basketnya. Saya mulai mengenal basket di sana. Selain itu, di kota masa kecil saya itu, juga rutin digelar pertandingan basket antar klub amatir. Hampir tiap 2 bulan ada turnamen, yang biasanya digelar di lapangan basket yang ada di semacam alun-alun kota. Pertandingan-pertandingan basket amatir itu juga amat menarik perhatian saya saat itu. Jika sedang digelar suatu turnamen, tiap sore saya akan berusaha untuk tidak absen menontonnya. Sayapun mulai jadi basket mania. Meski demikian, minat saya tetap lebih besar pada sepakbola.

Menginjak kelas 3 SMP, saya harus ikut orang tua pindah ke kota Padang. Di Padang, main sepakbola tetap menjadi bagian keseharian saya. Sedangkan akses saya ke dunia basket terputus. Karena rumah kami relatif jauh ke sarana lapangan basket. Juga tidak ada komunitas basket disekitar saya, baik dirumah maupun disekolah. Singkatnya, geliat dunia basket di Ibu Kota Sumatera Barat ini sama sekali jauh dari jangkauan saya saat itu.

Lulus SMP, semua berubah. Berawal dari pilihan sekolah selepas SMP. Masa itu, dilingkungan bermain saya, ada semacam stigma, bukan cowok tulen namanya kalau selepas SMP memilih melanjutkan ke SMA. Pilihan ideal kami adalah: melanjutkan ke STM!! Kesannya jantan sekali kalau sekolah di STM. Setidaknya demikian dalam alam pikiran kami. Sayapun mendaftar ke STM. Tetapi, sebagai back-up saya juga mendaftar ke SMA. Malang, ternyata saya tidak diterima di STM. Karena nilai saya tidak mencukupi untuk diterima di jurusan elektro di STM. Di SMA, saya diterima. Akhirnya dengan setengah hati saya bersekolah di SMA. SMA 3 Padang. Ternyata pilihan setengah hati ini justru menjadi titik awal dari berbagai pencapaian dalam kehidupan saya.

SMA 3 Padang adalah SMA basket. Tim Basketnya sangat disegani di Kota Padang. Salah seorang guru olah raga di sekolah ini adalah pelatih basket senior yang sering dipercaya menjadi pelatih basket Tim Kota Padang maupun Tim Provinsi Sumbar ke berbagai even basket, mulai dari yang berskala daerah sampai nasional. Beliau inilah yang membina ekstrakurikuler bola basket di SMA 3 Padang. Ketika itu, sekolah ini juga rutin menggelar turnamen basket antar SMA se Provinsi Sumatera Barat. Nah, kondisi ini menyebabkan perhatian saya kembali terarah pada basket. Kalau pada awalnya saya setengah hati bersekolah di SMA, sekarang tiba-tiba gairah saya berkobar untuk bersekolah di SMA 3 ini. Alasannya bukan apa-apa, hanya karena di sekolah ini ekskul basketnya bagus, dan saya sangat antusias ingin ikut dalam ekskul itu. Target saya jelas, saya ingin menjadi salah seorang anggota Tim Basket SMA 3 yang sudah sangat dikenal dan disegani itu, setidaknya dilingkup Kota Padang. Seiring dengan itu, entah kenapa, sepakbola mulai terlupakan.

Hari-hari berikutnya, saya jadi bersemangat berangkat sekolah. Bukan karena guru-guru di sekolah yang simpatik, bukan karena mata pelajaran – mata pelajaran yang menarik, bukan pula karena suasana sekolah yang asik, juga bukan karena banyak siswi cantik dan nyentrik. Bukan, sama sekali bukan. Saya bersemangat berangkat sekolah hanya supaya bisa bermain basket. Saat jam istirahat yang cuma setengah jam, saya selalu sempatkan main ke aula sekolah – yang juga sekaligus berfungsi sebagai lapangan basket – sekedar untuk bisa mendribling dan shooting bola basket. Sepulang sekolah, saya kembali bermain basket sepuasnya, terkadang sampai lewat magrib. Kecanduan saya bermain sepakbola benar-benar sudah tergantikan oleh kecanduan bermain basket.

Sebenarnya alasan saya begitu serius mengasyikkan diri dengan basket tidak semata karena saya memang tergila-gila sama basket. Alasan lainnya adalah karena saya memang tidak punya modal lain untuk bergaul. Sebagai anak yang berasal dari keluarga yang sangat sederhana, saya tumbuh menjadi remaja yang introvert, cenderung tertutup dan pendiam, bahkan boleh dibilang kurang percaya diri. Tanpa modal apa-apa, sulit rasanya bisa dihargai dan berbaur dengan anak-anak gaul di SMA masa itu. Jika kita bukan anak orang kaya, jika kita tidak punya tampang di atas rata-rata, jika kita tidak berotak encer, atau jika kita tidak memiliki keunikan tertentu, maka tersisihlah kita dari pergaulan. Nah, kebetulan saya memang merasa tidak punya semua itu. Sehingga, saat itu rasanya saya sangat sulit untuk bergaul. Namun, di lapangan basket saya merasa tidak memerlukan semua itu. Yang saya perlukan hanyalah kemampuan bermain basket untuk bisa dianggap dan dihargai, setidaknya dilingkungan teman-teman sesama penggemar basket. Karena memang hanya kemampuan bermain basketlah yang dianggap paling berharga untuk dinilai di lapangan basket. Orang akan sangat respek pada anda jika permainan basket anda bagus, tidak peduli bagaimanapun kondisi dan latar belakang anda. Inilah alasan lain saya begitu total dengan basket. Saya butuh media eksistensi diri. Saya butuh tempat bersosialisasi dimana saya bisa dianggap dan dihargai. Basketlah tempatnya. Inilah peran pertama basket dalam membangun kepribadian saya. Yaitu memenuhi kebutuhan akan eksistensi diri dalam menjalani masa remaja. Secara perlahan sayapun mulai menemukan kepercayaan diri dalam menjalani takdir hidup saya yang dimasa remaja itu merasa tidak punya kelebihan apa-apa.

Berikutnya, hari-hari masa SMA saya jalani dengan segala dinamikanya. Kegiatan bersekolah biasa-biasa saja. Secara akademis tidak ada prestasi istimewa yang saya capai. Bahkan saya cenderung lemah dibeberapa mata pelajaran eksakta. Penyebabnya apalagi kalau bukan karena pelajaran-pelajaran eksakta itu terasa sangat tidak menarik buat saya (barangkali karena keterbatasan tingkat intelejensi saya juga), sehingga seringkali jadwal mata pelajaran eksakta jadi sasaran saya untuk membolos . Ini tidak pernah diketahui keluarga. Untuk ini, saya minta maaf pada semua keluarga yang dari dulu selalu yakin dan menganggap saya “anak baik-baik”.

Terlepas dari itu, saya mulai enjoy disekolah, karena telah memiliki peergroup sendiri, yaitu anggota ekskul basket SMA 3 Padang, yang mana saya nyaman berada di tengahnya. Saya mulai cukup dikenal karena termasuk anggota ekskul yang lumayan terampil bermain basket. Dengan berjalannya waktu, ikatan pergaulan kami sebagai komunitas anggota ekskul basket juga makin akrab dan mengerucut. Beberapa diantara kami mulai terlihat berpotensi akan menjadi calon anggota Tim Basket SMA 3 Padang, penerus tradisi kejayaan Tim Basket sekolah yang disegani. Basket menyebabkan kami memiliki ikatan yang kuat. Berbagai kegiatan diluar basketpun kami lakukan bersama-sama. Basket akhirnya hanya jadi sekedar alat yang mempertemukan dan mempersatukan kami. Inilah peran kedua basket dalam hidup saya, yaitu mempertemukan saya dengan teman-teman terbaik. Mereka inilah yang kemudian menjadi orang-orang yang berperan besar dalam hidup saya. Beberapa kejadian penting dalam hidup saya ke depan tak terlepas dari peran dan keterlibatan mereka.

Setahun berlalu. Saya naik kelas 2 dengan predikat biasa-biasa saja. Hasil psycho-test dan kondisi perolehan nilai-nilai saya selama kelas 1 mengharuskan saya ditempatkan di jurusan sosial. Bagi saya itu sama sekali tidak menjadi masalah. Selain karena ilmu sosial justru lebih menarik bagi saya, sedari awal saya memang menganggap sekolah hanya sebagai sarana supaya saya bisa bermain basket. Tak pernah ada upaya optimal saya lakukan untuk menggapai target akademis. Di saat banyak teman les Fisika, Matematika, Bahasa Inggris, saya hanya sibuk dengan basket dan basket. Selain memang karena terlalu asik dengan basket, les juga sesuatu yang mustahil bagi saya. Karena harus bayar, tentunya. Saya tidak ingin menambah beban pengeluaran orang tua. Jadi apa yang saya capai secara akademis ini memang sudah seharusnya begitu. Bukankah output tergantung apa inputnya dan bagaimana proses yang dilaluinya?

(Bersambung)

Kamis, 06 November 2008

MERITOKRATIK (Fareed Zakaria, Barrack Obama, Lewis Hamilton)

Obama menang. Anak Menteng itu menjadi presiden Amerika Serikat yang ke 44. Banyak yang ingin berkomentar soal kemenangan yang sebenarnya sudah dapat diperkirakan sebelumnya itu. Seluruh dunia merasa Obama menang untuk mereka. Dia seolah baru saja terpilih jadi Presiden Dunia.

Tapi saya tidak akan berkomentar berkaitan langsung soal kemenangan Obama sebagai presiden itu. Saya tertarik membahasnya dalam konteks sebagaimana yang ditulis oleh Ahmad Syafi’i Ma’arif (mantan ketua umum PP Muhammadiah – red) dalam kolom resonansi di Harian Republika beberapa hari lalu. Dalam tulisan itu dia membahas mengenai Fareed Zakaria. Seorang kolumnis pada surat kabar berpengaruh di Amerika, NEWSWEEK. Fareed Zakaria adalah seorang keturunan muslim yang berasal dari Haeder Abad India. Sekarang dia menjadi seorang penulis yang amat disegani dunia karena ketajaman pemikiran dan analisa-analisanya mengenai berbagai persoalan dunia. Berbagai artikel dan buku-bukunya sangat diperhitungkan, dirujuk, dan mendunia.

Dunia tidak lagi melihat siapa dia, apa latarbelakang etnisnya, apa agamanya, dan tetek bengek primordial lainnya. Dunia tidak peduli itu. Dunia hanya melihat bagaimana kualitas dirinya, apa pencapaian-pencapaian yang telah diraihnya, karya-karyanya dan prestasi-prestasi lainnya. Berkaitan dengan itu, Ma’arif melihat hal yang sama pada Obama. Dunia tidak melihat Obama sebagai seorang keturunan Afro-Amerika, dunia tidak peduli dia pernah menjalani 4 tahun masa kecilnya di sebuah negara miskin di Asia Tenggara. Dunia hanya melihat kualitas dirinya. Dunia terpukau dengan kharismanya saat berorasi. Pemikiran-pemikirannya soal perubahan menyihir dunia untuk bersimpati padanya.

Menurut Ma’arif, hal tersebut karena tatanan peradaban dunia memang telah benar-benar MERITOKRATIK. Dalam tatanan meritokratik seseorang dihargai hanya karena kualitas pribadinya, tidak peduli apa latar belakang etnis, ras, agama, bahkan budayanya. Saya setuju dengan kesimpulan ini. Saya juga punya contoh yang relevan. Lewis Hamilton. Hamilton adalah seorang warga negara Inggris kulit hitam keturunan Granada. Kalau Obama menjadi presiden kulit hitam pertama Amerika, Hamilton juga orang kulit hitam pertama yang menjuarai balapan mobil paling bergengsi di dunia, F1 (FORMULA ONE). Dalam seri balapan tahun 2008, Hamilton yang masih 23 tahun, dan baru menjalani musim keduanya di F1, menjadi kampiun ditengah persaingan ketat pembalap-pembalap kulit putih yang jauh lebih berpengalaman dan diunggulkan. Saat mulai berkiprah, Hamilton juga masih dipandang sebelah mata oleh pelaku dan penggemar F1. Juga tak jarang ada komentar-komentar bernada rasial dialamatkan kepadanya. Namun, Hamilton mampu membungkam dunia dengan prestasinya. Sekarang duniapun sangat menghargainya. Contoh lain adalah; Tiger Woods. Begitulah tatanan dunia yang MERITOKRATIK.

Senin, 03 November 2008

RIMBAWAN

HAI PERWIRA RIMBA RAYA
MARI KITA BERNYANYI
MEMUJI HUTAN RIMBA DENGAN LAGU YANG GEMBIRA
DAN NYANYIAN YANG MURNI

MESKI SEPI HIDUP KITA
JAUH DI TENGAH RIMBA
TAPI KITA GEMBIRA SEBABNYA KITA BEKERJA
UNTUK NUSA DAN BANGSA

RIMBA RAYA RIMBA RAYA
INDAH PERMAI DAN MULIA
MAHA TAMAN TEMPAT KITA BEKERJA

RIMBA RAYA MAHA INDAH
CANTIK MOLEK PERKASA
MENGHIBUR HATI SUSAH
MENYOKONG NUSA DAN BANGSA
RIMBA RAYA MULIA

DI SITULAH KITA KERJA
DISINAR MATAHARI
GUNUNG LEMBAH BERDURI
HARUSLAH KITA ARUNGI
DENGAN HATI YANG MURNI

RIMBA RAYA RIMBA RAYA
INDAH PERMAI DAN MULIA
MAHA TAMAN TEMPAT KITA BEKERJA