Rabu, 10 Desember 2008

Pengelolaan Hutan Rakyat (Belajar Dari Pengalaman Kabupaten Ciamis

Beberapa waktu yang lalu, Tim dari Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Agam Kuantan (BPDAS AK), melaksanakan kegiatan studi banding ke Provinsi Jawa Barat. Tim beranggotakan 6 (enam) orang, terdiri atas 5 (lima) orang staff BPDAS Agam Kuantan dan 1 (satu) orang anggota LSM dari Kabupaten Pasaman Barat. Tujuan studi banding ini adalah untuk menggali informasi dan mempelajari pengalaman penerapan pola kemitraan antara kelompok tani hutan rakyat dengan mitra usaha di Provinsi Jawa Barat. Hasil studi banding tersebut diharapkan dapat dijadikan acuan untuk melahirkan suatu model pola kemitraan yang implementatif dan responsif dengan kondisi di Sumatera Barat.

Selama pelaksanaan studi banding, tim BPDAS Agam Kuantan melaksanakan berbagai aktivitas di wilayah Kabupaten Ciamis dan sekitarnya, antara lain:

  • Kunjungan ke Desa Sidamulih Kecamatan Pamarican. Desa ini merupakan desa mandiri bidang kehutanan dan merupakan salah satu desa model pemberdayaan masyarakat bidang hutan rakyat di Kabupaten ciamis. Di desa ini benar-benar terlihat kondisi masyarakat yang perekonomiannya berbasis pada hutan rakyat. Tak terlihat ada lahan terlantar, semua ditanami masyarakat dengan konsep agroforestry.

Di sisi kelembagaan, masyarakat desa ini juga telah memiliki sistem pranata yang mapan dalam mengelola kekayaan hutan rakyat mereka, sehingga keberadaannya bisa berkesinambungan, yang dengan demikian tentunya akan berdampak positif secara ekologis dan mampu meningkatkan taraf hidup sosial-ekonomi masyarakat. Banyak Peraturan Desa telah dilahirkan yang bertujuan untuk melindungi, mengatur, sekaligus menjaga manfaat ekonomi hutan rakyat. Peraturan-peraturan desa tersebut berjalan efektif dan ditaati oleh masyarakat, walaupun sanksi-sanksi terhadap pelanggaran peraturan-peraturan tersebut hanya bersifat moral saja. Salah satu contoh. Ada peraturan yang mewajibkan masyarakat menanam 10 (sepuluh) batang pohon sebagai pengganti setiap 1 (satu) batang pohon yang ditebang. Ini sangat ditaati masyarakat, karena jika melanggar, si pelanggar akan meperoleh sangsi moral berupa pengucilan, setidaknya oleh sesama anggota kelompok tani mereka.

  • Kunjungan ke Balai Penelitian kehutanan Ciamis. Disini rombongan BPDAS Agam Kuantan disambut dalam sebuah acara diskusi dengan segenab stakeholder kehutanan di Kabupaten Ciamis. Acara ini dihadiri oleh unsur pemerintah pusat dan daerah, kelompok masyarakat, dan dunia usaha bidang kehutanan.

Dari hasil diskusi terungkap, bahwa keberhasilan pembangunan kehutanan di Ciamis bukanlah hasil kerja ”semalam”. Keberhasilan tersebut di rintis dari titik nol. Sebab, pada awalnya kondisi masyarakat Ciamis juga tak jauh beda dengan kondisi masyarakat diberbagai daerah lain, yaitu tidak memiliki kesadaran untuk menanam dan merehabilitasi hutan dan lahan. Masyarakat tahunya hanya menebang/mengeksploitasi hutan. Menyadari kondisi itu, kemudian semua pihak benar-benar berkomitmen untuk merubah keadaan. Sektor kehutanan harus dikelola dengan bijak, sebab hanya tersisa 14% saja hutan alam di daerah tersebut. Untuk itu, konsep hutan rakyat harus dikembangkan secara optimal, agar tekanan terhadap hutan alam bisa diminimalisir.

Bentuk komitmen tersebut antara lain ditunjukkan oleh Dinas Kehutanan dan mitra kerjanya di DPRD. Pemerintah daerah dengan dukungan dari DPRD terus menerus memfasilitasi masyarakat untuk mengembangkan hutan rakyat. Birokrasi dan segala macam bentuk perijinan terhadap seluruh proses tata niaga hasil hutan yang berasal dari lahan masyarakat, terutama untuk hasil hutan kayu, dipermudah dan disederhanakan. Yang lebih hebat lagi, segala macam bentuk pungutan dan retribusi terhadap tata niaga kayu rakyat ini juga ditiadakan.

Alhasil, saat ini masyarakat ciamis telah menanam secara swadaya tak kurang dari 7 juta pohon /tahun di kebun-kebun mereka. Dari hutan rakyat ini, Ciamis bisa memproduksi 0.5 juta kubik kayu/tahun dengan jumlah perputaran uang mencapai 357 milyar Rupiah. Angka ini tentunya menjadi salah satu sektor yang memberi pengaruh terbesar bagi Pendapatan Asli Daerah (PAD). Meskipun tidak secara langsung menyumbang untuk PAD, namun memberi multiplyer effect dalam menggerakkan perekonomian kabupaten Ciamis secara keseluruhan. Sebab, petani hutan rakyat yang makmur, dengan pendapatan memadai, tentu akan memiliki kemampuan konsumsi barang dan jasa yang memadai pula. Para petani banyak yang mampu beli kendaraan, perabotan rumah tangga, menyekolahkan anak-anak mereka, mengakses jasa pelayanan kesehatan, dan lain sebagainya. Kondisi ini tentunya mampu menggerakkan sektor riil secara signifikan.

Pada awalnya, kebijakan Dinas Kehutanan yang tidak memungut retribusi apa-apa dari sektor kehutanan tersebut, sempat dipertanyakan oleh DPRD. DPRD menilai sektor kehutanan tidak menyumbang hasil langsung terhadap Pendapatan Asli Daerah seperti dinas-dinas yang lain. Namun Dinas kehutanan mampu meyakinkan, bahwa efek berganda dari kebijakan tersebut justru jauh lebih bermanfaat bagi perekonomian Ciamis. Kepala Dinas Kehutanan memberi contoh, dengan memunguti para pedagang di pasar, Dinas Pasar hanya menghasilkan Rp 5 Milyar pertahun. Sementara, Dinas Kehutanan, dengan kebijakan-kebijakan yang meringankan beban para petani hutan rakyat dari segala macam pungutan, mampu menghasilkan perputaran uang sebesar Rp. 357 Milyar pertahun. Disamping itu, kondisi hutan dan lahan terpulihkan dan semakin berkualitas, sehingga memberi efek positif bagi lingkungan hidup di Kabupaten Ciamis secara keseluruhan. Potensi kerugian ekonomi karena bencana lingkunganpun dapat dihindari (loss avoided). ”Silahkan dibandingkan, mana yang lebih baik bagi rakyat”, demikian Kepala Dinas. Karena dianggap baik, kebijakan seperti ini akhirnya justru dirujuk dan ditiru oleh beberapa kabupaten tetangga.

Seiring dengan itu, sektor hilir, yaitu industri kayu, terus dibina. Sehingga tercipta pasar kayu yang bagus yang menjadi jaminan bagi pemasaran kayu rakyat. Atau secara singkat dapat dikatakan, bahwa di kabupaten Ciamis menanam kayu pasti laku dan menguntungkan.

Tak heran kalau saat ini kegiatan menanam pohon (kayu) sudah menjadi kebutuhan bagi masyarakat Ciamis. Sebahagian masyarakat malah merasa tidak perlu lagi fasilitasi dari pemerintah atau pihak-pihak lain. Juga ada masyarakat yang sudah tidak mau lagi bermitra dengan pengusaha dalam kegiatan tanam menanam pohon. Hitung-hitungan mereka sederhana, jika bermitra, mereka harus bagi hasil. Jadi lebih baik menanam sendiri secara swadaya dan hasilnya bisa 100% mereka nikmati sendiri.

Diakui Kepala Dinas Kehutanan, bahwa masyarakat Ciamis memang sudah sangat sadar dan aktif untuk menanam. Sehingga saat ini hampir tidak ditemukan lagi lahan terlantar. Semua lahan sudah ditanami masyarakat, sehingga sangat sulit untuk mencari lahan untuk lokasi kegiatan Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan maupun kegiatan yang bersuber dari Dana Alokasi Khusus. Saat ini Dinas Kehutanan tidak lagi memperoleh dana alokasi khusus dari APBD. ”Andai Dinas Kehutanan dibubarkanpun, masyarakat akan tetap menanam pohon”. Demikian pernyataan Kepala Dinas Kehutanan kabupaten Ciamis optimis.

  • Mengunjungi pabrik pengolahan kayu PT. Bina Kayu Lestari di Tasik Malaya. Perusahaan ini merupakan salah satu perusahaan pengolahan kayu terbesar di Jawa Barat. Sumber bahan baku kayu perusahaan ini semuanya berasal dari hutan rakyat di wilayah Kabupaten Ciamis dan sekitarnya. Perusahaan ini memiliki anak perusahaan yang khusus menangani kemitraan dengan masyarakat, baik untuk kegiatan penanaman kayu untuk menjamin ketersediaan bahan baku kayu, kegiatan penggergajian, sampai pada kegiatan ekspor. Semua itu dibungkus dengan suatu aturan main kemitraan yang berkeadilan. Ketentuan bagi hasil dengan komposisi masyarakat 80% dan perusahaan 20% dirasa cukup menguntungkan bagi masyarakat. Selain itu, masyarakat juga berkesempatan menjadi pemilik saham perusahaan. Perusahaan juga secara konsisten melaksanakan konsep Corporate social responsibility. Sehingga keberadaan perusahaan benar-benar dirasakan manfaatnya oleh masyarakat.

Kesimpulan yang dapat ditarik dari pelaksanaan studi banding ini adalah, bahwa keberhasilan pembangunan kehutanan di Kabupaten Ciamis, khususnya hutan rakyat, adalah karena beberapa faktor:

  • Adanya peran serta semua pihak secara terus menerus untuk membangun sektor kehutanan. Adanya kesadaran dan kemauan dari masyarakat, fasilitasi dan regulasi yang tepat oleh pemerintah, dan kesediaan sektor swasta menanamkan modalnya untuk mengembangkan industri berbasis kehutanan.
  • Pembangunan kehutanan dilaksanakan dengan mengutamakan pendekatan ekonomi. Masyarakat terus menerus dimotivasi bahwa kegiatan menanam pohon akan menguntungkan secara ekonomi. Pendekatan ekologi akan otomatis mengikuti kemudian.
  • Sektor hulu dan hilir dibina sejalan. Dengan demikian ketika tanaman hutan rakyat menghasilkan, pasarnya berupa industri kayu telah tersedia dan mampu menampung berapapun kapasitas produksi kayu rakyat.
  • Adanya konsep kemitraan yang berkeadilan antara masyarakat dan pihak swasta, sehingga masyarakat tersejahterakan. Kondisi ini mendorong masyarakat menjadikan kegiatan penanaman pohon sebagai pilar ketahanan ekonomi mereka.

Pertanyaan kita selanjutnya, kapan kondisi seperti di Ciamis bisa terjadi di Sumatera Barat? Kayu semakin langka, sedangkan kebutuhan terus meningkat. Di sisi lain, hutan alam Sumatera Barat mayoritas berfungsi lindung dan tidak mungkin dieksploitasi untuk meningkatkan kapasitas produksi kayu. Saatnya kita kembangkan hutan rakyat kemitraan di Sumatera Barat. Tak ada salahnya kita belajar dari pengalaman Ciamis. Caliak contoh ka nan sudah, ambiak tuah ka nan manang.