Senin, 05 Januari 2009

BASKET HIDUP SAYA ... (2)

Kelas dua... Bagi yang baru saja naik ke kelas dua, tahun ajaran baru dimulai dengan membangun kesadaran baru dalam diri mereka masing-masing. Siswa yang naik kelas dan ditempatkan pada jurusan A1 (Fisika), bak menjadi warga sekolah dengan "kasta tertinggi". Mereka seolah berada pada menara gading kumpulan siswa-siswa paling cerdas. Mereka sekarang menikmati suatu kesadaran diri baru sebagai murid-murid potensial dari sisi akademis. Apalagi jika siswa jurusan fisika itu seorang cewek yang masuk kategori cantik... lengkap sudah hidup ini buat mereka. Puja-puji bertubi-tubi untuk mereka. Dari para guru, dari para senior, dan tentunya dari teman-teman seangkatan. Mereka juga dikagumi dan dijadikan role model oleh para junior/murid-murid baru. Dijamin, para "pungguk merindukan bulan" akan tiap malam memimpikan bisa dekat dengan mereka. Mereka adalah selebritis sekolah.

Siswa yang naik kelas dan ditempatkan dijurusan A2 (biologi), sebagiannya cukup berpuas diri karena masih berada pada "kasta" menengah. Sebagian ada yang tidak puas, karena merasa sebenarnya layak untuk ditempatkan di jurusan fisika. Tapi penempatan jurusan adalah perogratif guru, jadi mau tidak mau mereka harus menerima kondisi ini. Meskipun sudah jadi rahasia umum juga dikalangan siswa, bahwa untuk masuk ke jurusan tertentu itu sebenarnya bisa "diurus". Sekarang, mereka harus memiliki kesadaran baru sebagai warga sekolah dengan "kasta menengah".

Sedangkan saya dan kurang lebih 200-an siswa lainnya, manjadi warga sekolah dengan "kasta terendah" . Kami naik ke kelas 2 dan jadi penghuni jurusan A3 (sosial). Banyak diantara kami sebenarnya yang tidak bisa menerima kenyataan ini. Berada di jurusan sosial bagaikan aib bagi sebahagian kami dan keluarga masing-masing. Memang jurusan sosial identik dengan stigma negatif sebagai; jurusan pembuangan, jurusan tempat siswa-siswa berintelejensi rendah, jurusan tempat sisiwa-siswa "nakal'' dan bermasalah, jurusan yang tidak prospektif untuk jembatan menuju perguruan tinggi dengan jurusan-jurusan favorit, dan label-label negatif lainnya. Ketika masa sekolah dan kegiatan belajar mengajar dimulai, kami juga menyikapinya dengan beragam. Ada yang frustasi dengan nasib mereka di jurusan sosial sehingga kehilangan gairah dan ogah-ogahan bersekolah, ada yang cool-cool aja dan masa bodoh, ada yang serius menjalaninya karena merasa cocok dengan ilmu-ilmu sosial.

Sedangkan saya? Saya memang merasa lebih nyetel belajar ilmu-ilmu sosial. Tapi masa bodoh dengan semua itu. Bagi saya, yang terpenting tetap satu hal, BASKET!! Naik ke kelas dua bagi saya menjadi penting hanya karena mampu merubah status saya menjadi senior pada ekstrakurikuler bola basket. Selain itu, dengan telah naik ke kelas dua, saya makin berpeluang besar menjadi anggota tim basket SMA 3 Padang dan dilatih oleh sang guru olahraga yang memang pelatih basket jempolan itu. Ini menjadi istimewa bagi saya, karena selama kelas satu, kami hanya dilatih oleh para senior di ekskul saja. Sekarang, di kelas dua, saya akan berkesempatan digembleng oleh pelatih basket legendaris Sumatera Barat itu.


Beliau terkenal sebagai pelatih bertangan dingin yang mampu melahirkan banyak pemain basket bagus sekaligus memiliki mentalitas jempolan, baik sebagai atlet maupun sebagai manusia seutuhnya. Beliau tak hanya membentuk fisik kami sebagai atlet basket. Tidak hanya memberikan pengetahuan dan pemahaman kepada kami mengenai taktik, strategi, dan organisasi permainan basket. Lebih penting dari itu, beliau secara mendalam mampu mengupas filosofi permainan basket dan menjadikannya sebagai menu untuk pembinaan mental kami. Beliau menempa kami menjadi manusia-manusia yang memiliki sikap mental positif melalui wejangan-wejangan yang tak henti-hentinya beliau berikan pada kami. Biasanya setiap menjelang kami menututup sesi latihan, kami lesehan santai di lapangan sambil mendengar beliau bertutur kepada kami tentang banyak hal. Dan, bak anak-anak mendengar dongeng pengantar tidur, kami selalu terpukau dengan kata-kata beliau yang mengalir tenang namun syarat makna. Beliau mengajarkan kami tentang sikap mental seorang atlet yang harus disiplin, bekerja keras, pantang menyerah, menghargai kawan maupun lawan, menjunjung tinggi nilai kebersamaan dalam tim, tidak egois, sportif dan lapang dada, dan banyak lagi. Tak lupa, beliau selalu mengaitkan semua filosofi itu dengan kehidupan keseharian kita, baik sebagai anak, sebagai teman, sebagai pelajar, dan sebagai apapun. Beliau juga banyak membuka cakrawala pikir kami mengenai visi ke depan. Bagaimana memandang dan mempersiapkan masa depan yang penuh tantangan tanpa perlu takut atau pesimis. Pokoknya, beliau yang terbaik dimata saya.". Seorang pendidik yang arif dan bijak, pelatih yang mumpuni, motivator ulung,.... segalanya. Tak heran, banyak jebolan tim basket SMU 3 Padang, yang nota bene hasil gemblengan beliau, menjadi orang-orang "hebat" dikemudian hari.

Kembali ke soal sekolah. Pendek kata, naik ke kelas dua, meski hanya berhak berada dijurusan sosial, benar-benar memberikan gairah baru bagi saya. Karena, dari sisi akademis, saya akan terbebas dari beberapa mata pelajaran eksak yang memang tidak pernah menarik buat saya. Dari sisi basketnya, saya akan makin fokus berusaha masuk tim basket SMA 3, yang otomatis nantinya akan berkesempatan mengikuti even-even basket antar SMA se Sumatera Barat. Dengan demikian, saya akan banyak kesempatan untuk bolos belajar secara legal dan sering jalan-jalan gratis jika tim basket sekolah kami diundang ikut even basket di luar kota. Ini excited sekali buat saya.


Proses metamorvosis kepribadian saya terus berlanjut karena basket. Basket mampu membuat saya lebih berani dalam hal-hal tertentu. Misalnya keberanian berbicara di depan orang banyak. Saya, dalam pergaulan sehari-hari saja terkesan pendiam dan sangat sulit untuk berkomunikasi, apalagi berkomunikasi didepan orang banyak. Lebih parah lagi jika berbicara dengan yang namanya cewek. Saya sama sekali tidak punya keberanian. Kalaupun sesekali terpaksa harus berbicara dengan cewek, dipastikan saya akan melakukannya dengan kikuk dan kesulitan dalam memilih dan memilah kata-kata. Nah, di ekskul basket semua itu perlahan terkikis. Sebagai salah seorang senior di ekskul basket, mau tidak mau saya harus sering tampil berbicara di depan para junior, dan sebahagian dari mereka cewek. Anehnya, saya merasa cukup mampu menjadi komunikator di depan mereka. Bahkan saya mampu berperan cukup baik sebagai pelatih para junior tersebut.

Inilah satu lagi kontribusi basket dalam membangun jiwa saya. Basket menempa saya menjadi seorang yang berani dan lebih percaya diri berbicara di depan audience. Kelak dikemudian hari, pengalaman selama berkiprah di ekskul basket ini, banyak saya petik manfaatnya. Setelah lulus kuliah, sebelum diterima sebagai PNS di Dephut, saya terbebas dari status sebagai pengangguran absolut, berkat kemampuan saya melatih basket. Saya bekerja melatih basket di beberapa sekolah di Kota Padang. Tentunya, lagi-lagi ini adalah "jasa" basket dalam hidup saya. Kesempatan jadi pelatih ini saya peroleh berkat bantuan seorang teman sesama eks anggota tim basket sekolah dulu. Sambari melatih, saya terus berusaha mencari pekerjaan yang lebih mapan. Penghasilan dari melatih basket, lumayan. Bisa memenuhi kebutuhan pribadi saya sehari-hari. Yang penting saya tidak menjadi beban tanggungan orang tua lagi.

Selain itu, keberanian saya berbicara didepan umum yang tertempa selama berkiprah di ekskul basket juga banyak saya rasakan manfaatnya. Antara lain saat harus presentasi tugas dan ujian skripsi semasa kuliah dulu, saat menghadapi wawancara tes pekerjaan. Dan yang paling penting adalah, saat saya telah bekerja di Departemen Kehutanan RI hingga saat ini, dimana saya tidak bisa mengelak untuk harus berbicara di depan umum. Seperti saat rapat, seminar, lokakarya, presentasi, dan bahkan mengajar di berbagai pelatihan yang diselenggarakan oleh kantor tempat saya bekerja. Saya telah membuktikan kebenaran kata-kata pelatih kami: "jika menjalaninya dengan sungguh-sungguh, kelak akan banyak manfaat yang bisa kalian petik dari mengikuti ekskul ini".

Demikianlah. Saya menjalani dua tahun masa SMA, kelas 2 dan kelas 3, itu dengan penuh semangat karena basket. Saya akhirnya berhasil jadi salah seorang pemain inti tim basket sekolah. Saya bergaul akrab dengan teman-teman sesama anggota tim. Latihan demi latihan, pertandingan demi pertandingan, kami lewati dengan segala suka dukanya. Lebih banyak suka, tentunya. Karena latihan basket sangat menyenangkan buat kami, dan dalam perjalanannya kami lebih banyak menang daripada kalah saat bertanding. Duka karena kalah bertandingpun biasanya tidak terlalu membuat kami down, karena selalu banyak pengalaman menarik yang kami alami pada tiap turnamen yang kami ikuti. Dan pengalaman terbaik, apalagi kalau bukan memperluas pergaulan kami. Kami berkenalan dengan banyak orang diberbagai kota dari berbagai kalangan di dunia basket Sumatera Barat, yang banyak kami rasakan manfaatnya dikemudian hari.

Satu bonus juga saya peroleh selama kelas 2 dan kelas 3, yaitu, prestasi akademis. Ini sulit dipercaya, bahkan oleh diri saya sendiri. Aneh rasanya, saya bisa selalu berada di lima besar peringkat akademis di kelas. Bahkan, saat kelas dua, pada semester satu, saya sempat juara 3. Tidak akan ada analisis yang bisa menjelaskan fenomena aneh ini. Saya bersekolah hanya untuk basket, saya banyak bolos karena basket, saya sama sekali tidak optimal belajar, tapi prestasi akademik saya tidak pernah mengecewakan. Aneh bukan? Namun saya tidak berbangga diri akan hal itu. Itu hanya nasib baik saja barangkali. Saya sama sekali bukan termasuk orang yang bisa dikategorikan pintar sehingga bisa berprestasi secara akademis disekolah walau tanpa belajar dengan tekun. Sama sekali tidak. Buktinya, untuk mata pelajaran matematika, satu-satunya pelajaran eksakta yang mau tidak mau masih dipelajari di jurusan sosial, nilai saya tetap jeblok.

Masa SMA saya berakhir dengan ending yang menyenangkan. Tahun 1994, Tiga bulan sebelum Ebtanas, seperti tahun-tahun sebelumnya, sekolah kami kembali menyelenggarakan Kejuaraan Bola Basket Antar SMA Se-Provinsi Sumatera Barat. Ajang itu benar-benar menjadi klimaks dari segala kerja keras kami. Even berlangsung dengan sukses. Dan semuanya menjadi terasa lebih indah dan sempurna karena kami keluar sebagai juara, baik putra maupun putri. Lebih hebat lagi, final putra berlangsung antara tim SMA 3 A melawan tim SMA 3 B. Kami benar-benar bersuka cita atas kesuksesan itu. Pelatih kami terharu dan senang tak terkira melihat hasil didikannya. Saya bangga, karena saya termasuk bagian penting dari semua kesuksesan itu. Ternyata saya bisa menjadi seseorang...

(bersambung)Rata Penuh

Tidak ada komentar: