Selasa, 28 April 2009

SETELAH ROKOK, (Mungkinkah) MASAKAN PADANG JUGA AKAN DIFATWA HARAM?

Judul di atas barangkali terasa berlebihan. Tapi, tidak juga. Saya khawatir, suatu saat apa yang dimaksud oleh judul di atas, benar-benar jadi kenyataan. Begini, beberapa waktu yang lalu saya menerima email dari seorang teman. Email itu di forward secara berantai dari email ke email, dari groups ke groups, dari milis ke milis. Isi email itu sebuah tulisan yang berjudul: KISAH SEORANG ISTRI YANG SUAMINYA TERKENA SERANGAN JANTUNG.

Tulisan tersebut berisi tentang seorang istri yang mengisahkan sebuah cerita dramatis ketika suaminya mengalami serangan jantung koroner. Ia sangat shock, karena walaupun ada gejala aneh pada kesehatan suaminya beberapa hari sebelum terkena serangan itu, ia tidak tahu kalau itu tanda-tanda awal akan datangnya serangan jantung yang hebat. Singkatnya, setelah menghadapi kondisi kritis selama beberapa minggu, dan setelah melalui perjuangan berat dengan biaya yang tidak sedikit, sang suami akhirnya bisa tertolong.

Di akhir cerita, si istri menyatakan: HARGA RECOVERI SEBUAH JANTUNG SAKIT ITU SAMA DENGAN HARGA SEBUAH RUMAH ATAU MOBIL MEWAH…KARENA ITU: SAYANGILAH JANTUNG ANDA!!

Kemudian, dibagian berikutnya dari tulisan itu, si istri memberi beberapa saran bagi siapa saja yang masih menyayangi jantungnya dan tak ingin mengalami kejadian seperti yang dialami suaminya. Tebak, apa saran utama dari si istri itu? Saran utama dan yang diurutan pertama ia sebutkan adalah:

“HINDARI MAKANAN PADANG”: 75% Pasien jantung rata
rata penggemar masakan Padang (Karena banyak mengandung kolesterol JAHAT!!!).

Tulisan itu diakhiri dengan rangkaian kalimat sebagai berikut:

PAKAR SAKIT JANTUNG berkata, jika semua orang yang mendapat e-mail ini menghantar kepada 10 orang yang lain, beliau yakin akan dapat menyelamatkan satu nyawa. Bacalah artikel ini, ia juga mungkin dapat menyelamatkan nyawa anda. Jadilah teman yang setia dan teruskan menghantar artikel ini kepada teman-teman yang anda sayangi.

“Fal yandzhuril insaanu ilaa tho'aamih”: " maka hendaklah manusia itu memperhatikan makanannya” [ Qs. 'Abasa: 24 ].


Nah, setelah membaca kiriman email dari teman itu, muncullah kegundahan di benak saya sebagaimana judul di atas. Suatu saat Masakan Padang akan di Fatwa Haram!! Kenapa? Cukup beralasankah kegundahan saya itu? Saya pikir sangat beralasan.

Sebagaimana halnya rokok yang difatwa haram oleh MUI karena dinilai lebih banyak mudharat dari pada manfaatnya, maka berdasarkan isi email yang saya terima itu, masakan Padang juga menyandang status yang sama, lebih banyak mudharat dari pada manfaatnya. Dan kalau benar bahwa Masakan Padang menjadi penyebab utama orang terkena penyakit jantung (setidaknya 75%), maka layaklah Masakan Padang di Fatwa Haram. Karena ia menjadi faktor penyebab utama orang terkena penyakit yang paling banyak membunuh manusia di Indonesia ini selain kanker.

Posisi Masakan Padang agaknya harus “lebih haram” dari pada rokok. Kenapa demikian? Karena, kalau rokok, orang susah berhenti atau meninggalkannya karena tidak ada alternatif lain yang dapat menggantikan fungsi rokok. Misal, bagi yang sudah kecanduan rokok, rokok bisa menjadi segala-galanya bagi mereka, tanpa rokok mereka susah berfikir, bahkan kadang linglung. Sedangkan masakan Padang, harusnya bisa ditinggalkan karena berbahaya (malah bisa membunuh) dan masih banyak alternatif penggantinya yang fungsinya sama, yaitu untuk memenuhi kebutuhan biologis akan asupan makanan. Benar tidak? Jadi benar bukan bahwa masakan padang itu lebih banyak mudharat dari pada manfaatnya? Manfaatnya cuma untuk memberi kenikmatan sampai batas lidah (cita rasa), sedangkan mudharatnya? Bisa jadi pemicu penyakit jantung, stroke, gula darah, dll..Bisa membunuh!! Jadi beralasan bukan, kalau suatu saat nanti akan keluar Fatwa MUI: Masakan Padang Haram!! Apalagi ada ayat Alquran pula rupanya yang bisa jadi sandaran Fatwa Haram itu, seperti yang di sitir dalam cerita di atas:

“Fal yandzhuril insaanu ilaa tho'aamih”: " maka hendaklah manusia itu memperhatikan makanannya” [ Qs. 'Abasa: 24 ].

Bisa dimaknai, bahwa dengan mengkonsumsi masakan Padang, berarti manusia telah tidak memedomani ayat ini, yaitu tidak memperhatikan makanannya sehingga bisa merugikan kesehatannya bahkan mengancam nyawanya..

Saya makin galau dengan kecamuk pemikiran, ketika menyadari bahwa masakan Padang (Minang) juga adalah salah satu maskot utama bagi kita Urang Minang. Ia bagian penting dalam tradisi dan adat istiadat. Juga, lihatlah urang awak di perantauan, selain berdagang, membuka rumah makan khas masakan Padang (Minang) adalah andalan mereka untuk bertahan hidup bahkan berjaya di negeri orang. Idustri “lambuang” ini menggerakkan sektor riil di Sumatera Barat. Kemudian, banyak urang awak jadi “urang kayo gadang” karena bisnis restoran Padang yang mereka kelola sangat sukses. Bahkan sudah ada yang menjual franchise. Disisi lain, ada hal yang lebih penting, menyelamatkan nyawa, setidaknya kesehatan, banyak orang.

Dan, sebuah dilema yang tak mudah bagi saya setelah menerima email tersebut. Apakah himbauan agar meneruskan email itu ke teman-teman (minimal 10 orang) akan saya laksanakan atau tidak? Jika saya laksanakan, berarti saya ikut mengkampanyekan orang tidak lagi mengkonsumsi masakan Padang. Berarti saya ikut “membunuh” adat dan tradisi Minangkabau, saya ikut “membunuh” sektor riil di Sumatera Barat, ikut “membunuh” “pancarian” banyak sekali urang awak di seluruh penjuru Indonesia. Namun, jika tidak saya laksanakan, berarti saya tidak peduli dengan kemanusiaan!! Oh God…

Melalui tulisan ini, saya berharap ada jawaban atas kerisauan saya ini (yang barangkali mengada-ada atau berlebihan). Saya ingin tahu adakah opini lain tentang masakan Padang? Saya dulu pernah (lupa apakah membaca atau menonton di TV) mendengar pendapat seorang ahli kesehatan (orang Minang memang) yang membantah bahwasanya masakan Padang itu ‘sumber penyakit”. Katanya, hasil penelitian membuktikan bahwa racikan bumbu-bumbu pada masakan Minang yang sedemikian rupa telah menetralisir potensi penyebab penyakit dalam masakan tersebut. Namun faktanya, Rumah Sakit stroke memang ada di Bukittinggi karena banyaknya penderita Stroke di Sumbar, angka Pengidap penyakit Jantung di Sumbar juga sangat tinggi. Bagaimana ini? Kalau ada yang bisa memberi penjelasan tolong komentar di Posting ini..

Terakhir, Andaikan suatu saat masakan Padang benar-benar di Fatwa Haram oleh MUI, terlepas dari rasa kemanusiaan, saya tidak terlalu khawatir akan eksistensi masakan Padang. Kenapa? Karena, seperti rokok, tidak akan banyak umat yang akan mematuhi Fatwa itu…

Kamis, 23 April 2009

Bagaimana Etika Terhadap Kawan Lama di Facebook?

Demam facebook sepertinya belum akan (segera) mereda, bahkan sepertinya cenderung menjadi-jadi. Namun, selain banyak manfaat, face book juga bisa jadi sumber permasalahan. Sudah banyak kita tahu, beberapa instansi/perusahaan memblokir face book supaya para pegawai/karyawan mereka tidak fesbuk-an selama jam kerja. Alasannya, FB mengganggu konsentrasi bekerja, menjadikan malas, dan ujung-ujungnya menurunkan produktifitas karyawan/pegawai, yang tentunya bermuara pada menurun pula kinerja lembaga secara keseluruhan.

Selain itu, sebagai situs jejaring sosial, FB rupanya juga bisa menjadi sumber sebuah permasalahn sosial tersendiri. Ada pengalaman sesama anggota FB yang bertengkar di FB karena ngotot-ngototan mempertahankan pendapat masing-masing dalam sebuah forum diskusi di FB. Masalah lain adalah, masalah disharmoni interaksi antar anggota FB karena miskomunikasi.

Saya dan beberapa teman, pernah mengalami masalah disharmoni interaksi di FB ini. Biasanya, kita sangat senang ketika menemukan teman lama di FB, yang memang sudah sangat lama tidak berjumpa dan barangkali selama ini kita cari-cari dan ingin ketahui kabar beritanya. Namun, setelah terjadi proses permintaan jadi teman dan kemudian dikonfirmasi, sering timbul masalah dalam komunikasi selanjutnya.

Bertanya dan berbasa basi dengan teman yang sudah lama tidak berjumpa melalui media FB ini ternyata tidak mudah juga. Suatu ketika, melalui pesan antar dinding seorang teman bertanya pada teman lamanya yang baru ditemukan di FB tentang apa pekerjaannya saat ini. Temannya itu ternyata tidak menjawab. Dan sejak saat itu komunikasi mereka yang baru saja terjalain kembali terputus. Lain kesempatan, juga terjadi komunikasi antar dua teman lama yang juga baru saja saling bertemu di FB. Salah seorangnya bertanya pada yang lain tentang apakah dia sudah dikaruniai anak? Sudah berapa orang anaknya? Yang ditanya ternyata juga tidak merespon, diam, dan setelah itu harapan akan kembali tejalinnya komunikasi akrab dengan sang teman lamapun pupus seketika. Sejak saat itu si teman seolah enggan merespon setiap komunikasi di FB.

Dari pengalaman-pengalaman tersebut, yang menjadi pertanyaan penting adalah, bagaimana harusnya kita berbasa basi dengan teman lama di FB? Topik apa yang harusnya kita tanyakan dan perbincangkan dengan para teman lama kita itu? Kalau dalam komunikasi verbal ketika kita bertemu face to face dengan seorang teman lama, biasanya pertanyaan-pertanyaan basa basi seperti tentang pekerjaan dan keluarga itu sering kita lontarkan. Kenapa dalam dua contoh kasus di atas, pertanyaan serupa itu justru kontra produktif? Apakah di masyarakat kita status pekerjaan, sudah punya anak atau belum, memang sesuatu yang sensitif untuk ditanyakan? Atau barangkali pertanyaan-pertanyaan seperti itu dianggap tendensius? Mohon komentar dan masukan dari teman-teman, supaya FB yang kita cintai ini bisa tetap menjadi penyambung silaturahmi, bukan justru jadi sumber masalah baru yang malah bisa memutus silaturahmi.