Senin, 22 Juni 2009

Malam yang mencekam dan melelahkan di Rumah Sakit..

Seminggu yang lalu salah seorang dari putra kembar saya,Fadhlan, harus dirawat di Rumah Sakit. Tidak saya duga bocah itu akan dirawat. Karena dari penglihatan awam saya, dia cuma mengalami batuk biasa, dan itupun baru 4 hari. Tapi, ternyata anak saya itu harus dirawat, karena divonis mengidap pneumonia. Infeksi paru-paru bahasa gampangnya.

Saya makin khawatir, karena ternyata Fadhlan harus dirawat di HCU (High Care Unit) bangsal anak, yaitu tempat perawatan pasien anak yang mengalami kondisi gawat dan kritis. Begitu masuk, Fadhlan segera dipasangi infus dan oksigen. Kata dokter, Fadhlan juga harus berpuasa makan dan minum. Untuk sementara asupan makanannya cukup melalui infus saja. Aduh, saya benar-benar shock dengan kondisi itu. Parah juga rupanya kondisi Fadhlan. Nafasnya memang terihat sesak saat itu.

Bocah itu harus dipasangi infus dan oksigen secara paksa. Tak gampang, meskipun kaki dan tangannya dipegangi para perawat, susah mencari titik pemasangan infus pada anak 10 bulan yang terus berontak sejadi-jadinya. Kasihan Fadhlan, pasti dia stress mendapat perlakuan seperti itu. Dan saya khawatir, dia tidak akan nyaman dengan slang-slang infus dan oksigen itu. Benar saja, setelah terpasang, berkali-kali slang infus dan oksigen direnggut sampai copot. Berkali-kali pula titik pemasangan infus dipindah-pindah. Dari tangan pindah ke kaki, pindah lagi ketangan. Ketika dia sudah mulai terbiasa dengan banyak slang menempel dibadannya, persoalan belum selesai. Karena terus bergerak, tak bisa diam, infus berkali-kali macet karena terjadi pembekuan darah di bagian jarum yang terhubung dengan pembuluh darah. Berkali-kali pula perawat harus memperbaikinya. Duh..repotnya bila si kecil sakit... Alhasil, saya dan istri harus terus-terusan mengawasi dan kalau perlu menggendong Fadhlan. Menjaga supaya dia tidak banyak bergerak dan tidak kembali mencabut infus. Benar-bernar situasi yang tidak mudah bagi saya saat itu.

Namun, itu belum seberapa. Pengalaman "mencekam" justru baru saja dimulai. Setelah beberapa jam diruangan HCU itu, Fadhlan mulai sedikit tenang. Di sebelah kiri ranjang tempat Fadhlan dirawat, sudah ada pasien. Anak umur 18 bulan. Mengalami sesak nafas juga. Tapi kondisinya lebih memprihatinkan, karena beberapa bulan sebelumnya mengalami operasi jantung. Selain itu, dia juga penderita down syndrome, dan baru saja seminggu yang lalu keluar dari RS yang sama karena terkena DBD. Bocah yang malang. Tapi orang tuanya terlihat tabah dan sabar menghadapi kondisi buah hati mereka itu.

Di sebelah kanan ranjang Fadhlan, juga ada pasien. Yang ini kondisinya jauh lebih menggenaskan lagi. Seorang bocah laki-laki berusia sekitar 11 tahun terbaring dalam kondisi koma. Dari info selintas yang saya dengar, katanya anak itu keracunan. Begitu banyak slang yang terpasang ditubuhnya. Selain slang infus dan oksigen, juga ada slang yang mengalir kesebuah tabung. Dan di dalam slang itu tampak mengalir cairan berwarna merah kehitam-hitaman. Saya tidak tahu cairan apa itu. Sepertinya cairan itu mengalir dari salah satu organ dalamnya.

Tak berapa lama kemudian pasien koma itu menampakkan kondisi yang tidak stabil. Beberapa orang dokter dan perawat mengambil tindakan prosedural. Beberapa peralatan medic, yang saya tidak tau namanya, dikeluarkan dan digunakan sebagai upaya optimal menyelamatkan si pasien. Termasuk alat listrik untuk memberi efek kejut ke jantung. Namun, akhirnya, bocah itu tak tertolong. Meninggal. Kami yang masih kerepotan mengatasi Fadhlan, ikut menjadi saksi berpulangnya pasien cilik itu. Tak berapa lama kemudian, mayatnya dibungkus dengan kain seadanya. Menunggu pihak keluarga menyelesaikan urusan agar jenazah bisa dibawa pulang. Berselang lebih kurang 2 jam, mayat itu dijemput oleh keluarganya. Ayahnya membopong jenazah yang sudah kaku itu menuju ambulan. Sang ayah terlihat cukup tabah ditinggal selamanya oleh sang anak. Dan, kami lega. Sebab tak enak rasanya perasaan selama dua jam melihat mayat terbujur tepat disebelah ranjang tempat anak kami dirawat.

Tapi, sekali lagi,cobaan tidak hanya sampai disitu. Malam itu, ruangan HCR bangsal anak rupanya sudah menjadi target utama malaikat maut yang ingin menjemput bocah-bocah yang malang didunia namun akan menjadi penghuni syurga. Sekitar pukul 8 malam, masuk lagi seorang pasien berumur lebih kurang 8 tahun. Kali ini perempuan. Juga dalam keadaan koma dan kritis sekali kelihatannya. Prosesi seperti pada pasien yang meninggal siang tadi kembali terjadi.. Persis sama, dokter dan perawat berupaya keras, dan berbagai peralatan medic kembali digelar. Bedanya, kali ini keluarga pasien terlihat banyak yang menunggui saat-saat genting itu. Tanpa sadar sebagian mereka masuk ke ruangan HCR yang harusnya steril itu masih menggunakan alas kaki. Ruangan yang memang sudah panas itu makin terasa gerah. Beberapa kerabat dekat pasien yang sedang sekarat itu terlihat histeris. Sambil terus menangis mereka memberi tekanan psikologis kepada tim medis yang sedang berupaya maksimal itu agar menyelamatkan nyawa anak mereka. Bahkan, ayah pasien itu sambil menangis, berkata pada tim medis: "saya ikhlas anak saya ini meninggal, asal bapak ibu sekalian sudah bekerja maksimal berupaya menyelamatkan nyawanya"..

Suasana terasa mencekam. Kami dan beberapa penunggu pasien lain ikut-ikutan stress karena suasana saat itu.. Sudah menjelang tengah malam. Tapi suasana di ruangan itu sangat gaduh.. Anak kami dan pasien-pasien cilik lainnya terlihat tidak nyaman dan tidak bisa tidur.. Sementara, Tim medis sudah terlihat mulai putus asa dengan kondisi pasien tadi. Sudah berbagai upaya dilakukan. Berbagai obat sudah disuntikkan. Juga tak henti secara bergantian paramedis itu mengorek-ngorek mulut pasien, menekan-nekan dadanya, dan berbagai upaya lainnya yang saya tak paham. Tapi, kembali, malam itu malaikat maut tak hendak pergi tanpa hasil agaknya. Pasien itu akhirnya juga tak tertolong. Meninggal dengan disaksikan bahkan dikerumuni oleh banyak sekali kerabatnya di ruangan itu.

Sontak, suasana jadi makin tak terkendali. Begitu pasien dinyatakan meninggal, kerabatnya makin histeris. Lolongan tangis makin menjadi-jadi. Ayah si pasien bahkan tak mampu mengendalikan dirinya. Ia shock berat. Meraung-raung sambil berguling-guling di lantai ruangan itu tanpa dapat ditenangkan oleh kerabatnya yang lain. Ia lupa dengan kata-katanya tadi yang katanya akan mengikhlaskan anaknya itu andai memang ajal menjelang. Bahkan istrinya sendiri yang juga tak kuasa menahan tangis juga tak mampu menenangkannya. Oh Tuhan... malam itu benar-benar malam yang berat bagi saya. Dalam keadaan anak yang masih belum jelas kondisinya, saya menjadi saksi meninggalnya 2 orang pasien tepat di depan mata.. Saya peluk erat Fadhlan.. Dua kejadian dalam beberapa jam itu membuat Saya jadi sangat khawatir akan kondisi Fadhlan.. Saya bergumam dalam doa.. Tuhan, beri yang terbaik untuk Fadhlan..

Akhirnya.. Menjelang jam 12 tengah malam..kondisi kembali normal.. Ruangan kembali tenang.. barulah para Pasien di ruangan HCR bangsal anak itu dan kami para penunggunya bisa mulai beristirahat.. Benar-benar malam yang mencekam dan melelahkan..

Tidak ada komentar: