Sabtu, 20 September 2008

Kenapa Suporter Sepakbola di Pulau Jawa Lebih Brutal?


Anda penggemar, pemerhati, atau sekedar tau persepakbolaan Indoneisa? Jika jawaban anda ya, tentu anda sangat akrab dengan cerita dan berita tentang berbagai kerusuhan, kekisruhan dan kebrutalan seputar sepak bola Indonesia tersebut. Aktornya beragam, mulai dari pemain, pengurus, ofisial, dan sudah pasti, tentu saja penonton/suporter. Kesemuanya pernah "menyumbang" untuk angka statistik kejadian-kejadian memalukan dalam sepakbola Indoneisa. Saling pukul antar pemain, pengeroyokan wasit oleh pemain dan bahkan oleh ofisial, tawuran antar suporter, suporter yang vandalis, anarkis, bahkan kriminalis, merupakan potret yang jamak dalam dunia sepak bola kita. Kondisinya sudah demikian memprihatinkan. Bahkan seorang pengamat sosial pernah melontarkan ide nyeleneh, bahwa tontonan sepak bola Indonesia harus diberi label "untuk 17 tahun ke atas", karena banyaknya unsur kekerasan didalamnya.

Namun, yang berdampak sosial lebih luas adalah ulah penonton/suporter. Suporter yang rusuh bisa saling serang, bahkan saling bunuh. Mereka juga merusak apa saja yang mereka jumpai, tak peduli itu milik pribadi, milik pemerintah, swasta atau fasilitas umum sekalipun. Kerusuhan suporter bisa menimbulkan korban manusia dan menyebabkan kerugian materil yang nilainya terkadang amat besar. Selain itu kerusuhan suporter ini mengancam bahkan merusak ketenangan hidup masyarakat. Menimbulkan kecemasan dan trauma psikologis bagi khalayak.

Apakah anda cukup memperhatikan? Ternyata kasus-kasus kerusuhan suporter sepak bola Indonesia itu hanya banyak terjadi di Pulau Jawa saja. Berkali-kali kita dengar, yang rusuh itu Bonek-nya Persebaya Surabaya, Bobotoh-nya Persib Bandung, Jak Mania-nya Persija, Aremania-nya Arema Malang, dan lain-lain. Berkali-kali klub-klub tersebut terpaksa menerima sanksi gara-gara ulah rusuh suporter mereka sendiri. Pernahkah anda mendengar suporter PSMS Medan rusuh? atau suporter PSM Makasar? suporter Persipura? dan suporter klub-klub lainnya di Luar Pulau Jawa? Hampir tidak pernah. Kalaupun ada, skalanya kecil, hampir tidak berarti.

Pertanyaannya, kenapa suporter sepakbola di Pulau Jawa begitu gampang rusuh? sedangkan suporter sepakbola diluar Pulau Jawa cenderung adem-adem saja? Pertanyaan ini menjadi menarik, karena ada ironi. Etnis-etnis penghuni Pulau Jawa yang secara kultural kita kenal, adem, ramah, santun, ewuh pakewuh, tipo siliro, dan lain-lain, kenapa menjadi sangat brutal ketika menjadi suporter sepakbola? sebaliknya etnis-etnis di luar Pulau Jawa yang secara kultural pencitraannya; berwatak keras, lugas, kurang basa basi, dan lain-lain, malah tidak pernah rusuh di arena sepakbola. Ironis bukan?

Banyak sosiolog, antropolog, dan ahli psikologi massa yang telah menjelaskan fenomena ini. Pernah di satu tabloid seorang ahli membahas, bahwa penonton sepakbola di Jawa gampang rusuh berkaitan dengan falsafah hidup orang Jawa itu sendiri. Kesimpulannya kurang lebih begini. Etnis Jawa sangat mementingkan harmoni dalam kehidupan mereka. Mereka juga sangat mengagungkan martabat dan kehormatan. Nah, sebuah kekalahan bagi mereka adalah gangguan terhadap harmoni kehidupan mereka, karena telah mencederai martabat dan kehormatan mereka. Jadi identifikasi diri yang terlalu kuat terhadap klub sepakbola yang mereka dukung, menyebabkan mereka merasa tercabik-cabik rasa bangga akan martabat dan kehormatannya itu. Oleh karena itu mereka gampang marah dan rusuh jika klub yang mereka dukung kalah. Bagaimana menurut anda analisa tersebut?

Bagi saya, fenomena rusuh suporter sepak bola di Pulau Jawa tersebut bisa dijelaskan sebagai berikut. Pada dasarnya, manusia dari etnis apa saja, punya potensi sifat-sifat agresif dan destruktif. Namun pada etnis Jawa secara umum, sifat-sifat seperti itu tidak mendapat tempat penyaluran dalam budaya mereka. Budaya mereka hanya memberi tempat pada sikap yang santun, ramah, sopan, manut/patuh, dan perilaku-perilaku lembut lainnya. Ini terlihat dari bahasa, gerak tubuh dan perilaku orang Jawa sehari-hari. Anda bisa rasakan ini jika anda berada dan bergaul di pulau Jawa pada umumnya. Pernahkah anda ke Parahyangan, Jogja atau Solo? jika pernah, pasti anda bisa rasakan betapa santunnya masyarakat disana dalam bergaul, baik bertutur maupun bertingkah laku. Nah, karena tidak ada tempat untuk perilaku agresif, destruktif, mereka cenderung menekan sifat itu. Namun ia tetap ada, hanya disembunyikan atau ditekan untuk tidak muncul dalam pergaulan sehari-hari, karena memang lingkungan mereka tidak bisa menerima perilaku seperti itu. Lama-lama akan terakumulasi dan butuh penyaluran untuk muncul kepermukaan. Nah, akhirnya potensi perilaku agresif dan destruktif itu mendapat tempat penyalurannya saat mereka lebur dalam sebuah kerumunan massa berbentuk suporter sepak bola, dimana identitas mereka secara orang perorang lebur, tidak gampang diketahui dan terlindungi oleh identitas mereka sebagai kumpulan massa. Disanalah mereka lampiaskan semua potensi sikap agresif dan destruktif yang terpendam. Begitu ada pemicunya, yaitu kekalahan tim sepakbola yang mereka dukung, meledaklah semua, dan ledakannya tentu sangat dahsyat.

Kondisi seperti ini tidak terjadi pada etnis diluar Pulau Jawa. Budaya mereka tidak "halus" seperti di Pulau Jawa. Mereka lebih spontan, apa adanya, blak-blakan, dan lain-lain. Lihat saja orang Sumatera Utara, orang Makasar, Papua dan lain-lain. Suara dan bicara mereka keras, lantang dengan logat yang tegas. Mereka lebih lugas dalam menyatakan pendapat. Mereka terbiasa bereaksi secara keras terhadap sesuatu yang dianggap kurang berkenan bagi mereka. Tidak ada hal yang disimpan-simpan, semua dilontarkan, walau kadang terkesan "kasar". Begitu mereka jadi suporter sepakbola, tidak ada akumulasi prilaku agresif, kasar dan agresif yang perlu disalurkan. Karena itu jarang terjadi kerusuhan suporter sepakbola di luar Pulau Jawa.

4 komentar:

titin_septiana mengatakan...

Beberapa hal dai yg zon kemukakan di atas,ada yg bisa saya sepakati,tapi mungkin saya juga ingin urun rembug (ikut nimbrung),...

menurut saya,alasannya:
1.orang luar jawa memang sudah kurang tata krama,jadi mereka tidak perlu nunggu untuk nonton bola,untuk mengemukakan emosi mereka,karena orang luar jawa akan dengan mudah mengemukakan amarahnya di pasar,di jalan raya,maupun di manapun mereka mau,jadi tidak perlu menunggu harus nonton sepakbola dulu.karena saya pun sering dimaki orang tanpa alasan yg jelas,padahal saya sedang tidak nonton sepakbola di stadion.

2.tapi jangan salah,selama ini makasar selalu disorot dan diberitakan dengan adanya tawuran antar masyarakatnya,juga malah antar mahasiswanya.juga kasus UNP padang belakangan ini.mereka mahasiswa lho yang diharapkan menjadi panutan,..

3.yang paling simpel adalah karena jumlah penduduk di jawa pasti lebih banyak daripada penduduk luar jawa.sehingga kita bayangkan aja pendukung setia/fanatik PT SEMEN PADANG katakanlah jumlahnya 5000orang, sementara pendukung fanatik AREMA berapa?saya perkirakan lebih dari 25.000orang.
nah kita umpamakan 1% dari mereka berbuat rusuh,otomatis perbandingannya juga udah berbeda kan?lebih banyak orang AREMA yg rusuh (1%dari 25.000 = 250) dibandingkan pendukung PT SEMEN (1% dari 5000 = 50). karena tadi zon mengatakan semua ras punya peluang utk rusuh,jadi ya saya sama ratakan aja,...

jadi kira2 gimana menurut yg lain????

Unknown mengatakan...

1.orang luar jawa memang sudah kurang tata krama >>> maksudnya?

Saya orang sumatra utara bu..tolong la perjelas apa maksud awal kalimat nomor 1

Dina mengatakan...

Orang luar jawa kurang tata krama? Wah... Saya orang Sumatera Barat. Coba bu Titin Septiana pelajari dulu bagaimana adat istiadat dan tatakrama orang Sumatera Barat. Setahu saya orang Sunatera Utara pun mempunyai nilai tata krama yang baik.

Jawa di sini maksud anda apa? Pulau Jawa? Orang Jawa?

AMISHA mengatakan...

Saya telah berpikir bahwa semua perusahaan pinjaman online curang sampai saya bertemu dengan perusahaan pinjaman Suzan yang meminjamkan uang tanpa membayar lebih dulu.

Nama saya Amisha, saya ingin menggunakan media ini untuk memperingatkan orang-orang yang mencari pinjaman internet di Asia dan di seluruh dunia untuk berhati-hati, karena mereka menipu dan meminjamkan pinjaman palsu di internet.

Saya ingin membagikan kesaksian saya tentang bagaimana seorang teman membawa saya ke pemberi pinjaman asli, setelah itu saya scammed oleh beberapa kreditor di internet. Saya hampir kehilangan harapan sampai saya bertemu kreditur terpercaya ini bernama perusahaan Suzan investment. Perusahaan suzan meminjamkan pinjaman tanpa jaminan sebesar 600 juta rupiah (Rp600.000.000) dalam waktu kurang dari 48 jam tanpa tekanan.

Saya sangat terkejut dan senang menerima pinjaman saya. Saya berjanji bahwa saya akan berbagi kabar baik sehingga orang bisa mendapatkan pinjaman mudah tanpa stres. Jadi jika Anda memerlukan pinjaman, hubungi mereka melalui email: (Suzaninvestment@gmail.com) Anda tidak akan kecewa mendapatkan pinjaman jika memenuhi persyaratan.

Anda juga bisa menghubungi saya: (Ammisha1213@gmail.com) jika Anda memerlukan bantuan atau informasi lebih lanjut