Kamis, 18 September 2008

Muslim Indonesia "Belum Wajib Naik Haji"


Rukun Islam Kelima, yaitu menunaikan ibadah haji ke tanah suci Makkah, adalah wajib atas setiap muslim yang mampu. Namun, juga dipersyaratkan bahwa muslim yang berangkat haji haruslah benar-benar mampu. Jangan sampai seorang muslim berangkat haji, namun saudara dan kerabat yang ditinggalkan terlantar. Artinya, jangan memaksakan diri untuk pergi haji, yang butuh biaya cukup besar, dengan mengorbankan biaya untuk kebutuhan hidup layak bagi saudara atau kerabat yang ditinggal. Namun, selama ini kita terjebak pada simplifikasi, bahwa yang dimaksud saudara itu hanya saudara dan kerabat yang masih memiliki pertalian darah dengan kita saja. Kita lupa, bahwa dalam konsep Ukhuwah Islamiah, semua muslim itu bersaudara...lebih erat dari pada hanya hubungan sedarah, karena kesamaan aqidah yang mengikatnya.

Tiap tahun Indonesia memperoleh kuota sebanyak 300.000 calon jemaah haji. Saat ini ongkos naik haji mencapai angka Rp. 30.000.000. Artinya biaya yang dikeluarkan jemaah haji Indonesia setiap tahun berjumlah 90 trilyun Rupiah!! Belum lagi dana yang masih parkir dalam bentuk tabungan haji, karena masih masuk daftar tunggu untuk berangkat haji, jumlahnya jauh lebih banyak lagi. Banyak juga yang masih ingin naik haji untuk yang kedua, ketiga, atau kesekian kalinya. Namun sungguh ironis, disisi lain, masih banyak umat Islam Indonesia yang tidak cukup makan, tidak cukup pakaian, tidak memiliki perumahan yang layak, tidak mampu membiayai pendidikan anak-anak mereka. Bahkan lebih tragis lagi, banyak umat yang bayinya busung lapar, yang bunuh diri karena himpitan beban hidup.. Dan yang paling mengkhawatirkan adalah, banyak umat yang murtad, pindah agama, demi terjaminnya kelangsungan hidup mereka!!

Dengan kondisi demikian, pikiran awam saya menggugat, benarkah umat Islam di Indonesia ini telah wajib menunaikan ibadah haji? Tidakkah akan lebih besar manfaatnya bagi kemaslahatan umat jika dana jemaah haji yang berjumlah 90 trilyun rupiah/tahun itu di salurkan saja untuk umat? Angka 90 trilyun Rupiah itu barangkali mampu mengentaskan semua umat yang miskin di 2 atau 3 provinsi tiap tahunnya. Bukankah setiap muslim itu bersaudara? Bukankah hanya beberapa meter dari pintu rumah kita, masih ada tetangga muslim yang menjerit karena terlilit kemiskinan? Bukankah masih banyak saudara muslim kita yang menjadi gelandangan dan pengemis dijalanan? Juga, bukankah masih banyak saudara muslim kita yang gampang dimurtadkan karena mereka miskin? Nah, sebelum semua saudara muslim kita itu mampu hidup secara layak dan bermartabat, menunaikan ibadah haji belumlah wajib bagi kita. Ongkos naik haji yang telah kita siapkan itu harusnya lebih berhak diterima oleh sudara-saudar muslim kita yang miskin itu.

Lagi-lagi pendapat awam saya berkeyakinan, Allah SWT akan memberi pahala sama atau bahkan lebih dari pahala haji, jika umat yang telah berniat untuk menunaikan ibadah haji, akhirnya malah mengikhlaskan semua ongkos naik haji mereka tersebut disumbangkan untuk mengentaskan berbagai persoalan umat, terutama masalah kemiskinan. Sebaliknya, saya yakin, tidak akan bernilai ibadah haji yang kita laksanakan dengan memaksakan diri. Berangkat haji dengan menerlantarkan sebegitu banyak umat ditanah air yang masih membutuhkan bantuan. Mana yang lebih bernilai? melaksanakan ibadah haji yang sebenarnya belum wajib atas diri kita, ketimbang membantu saudara-saudara kita yang barangkali saja terancam aqidahnya karena kemiskinan mereka? Mana yang lebih bernilai? Melaksanakan ibadah haji yang hanya bernilai ibadah individual, ketimbang membiayai pendidikan puluhan anak yatim piatu dari sesama kaum muslim, yang akan meningkatkan kualitas, harkat dan martabat umat secara umum? Apalagi jika dalam pelaksanaan ibadah haji tersebut masih tersirat dalam kalbu kita unsur ria. Yaitu adanya unsur selain karena Allah dalam pelaksanaan ibadah haji kita tersebut. Misalnya, agar dipuji oleh masyarakat, agar gelar haji bisa jadi pendongkrak pamor untuk maju ke ajang pemilu/pilkada, berangkat haji sambil berwisata, berbelanja, dan lain-lain.

sebagai awam, saya berharap agar komisi fatwa MUI memfatwakan:

Bahwa bagi muslim Indonesia belum ada kewajiban untuk menunaikan Ibadah haji, karena masih banyak saudara-saudara kita sesama muslim yang miskin dan bahkan terancam aqidahnya karena kemiskinan itu. Adalah kewajiban kita bersama untuk mengentaskannya.

Bahwa bagi umat Islam Indonesia, karena belum ada kewajiban menunaikan ibadah haji, maka menyumbangkan uang bagi kemaslahatan umat minimal senilai ongkos naik haji, telah sama nilai ibadah dan pahalanya dengan berangkat menunaikan ibadah haji ke tanah suci.

Bagi saya kondisi ini sangat urgen untuk kita renungkan. Ibadah haji selama ini hanya menjadi "Ibadah Mercu Suar" di tengah lautan kemelaratan umat. Mereka-mereka yang mampu selalu berdalih, mereka sudah merasa "terpanggil" untuk segera berangkat haji. Mereka berangkat dengan segala rasa bangga dan bahagia. Sementara, disaat yang sama barangkali ada tetangga mereka yang sedang kelaparan, atau ada tetangga mereka yang sedang pontang-panting mencari pinjaman untuk melanjutkan pendidikan anak mereka.

Sebagian mereka yang mampu berangkat haji itu juga sering berdalih, bahwa mereka telah berhak berangkat haji. Soal masih banyak umat yang miskin, toh mereka juga sudah berinfaq dan bersedekah. Tapi sadarkah mereka? hanya berapa nilai infaq dan sedekah mereka itu? sadarkah mereka bahwa itu masih sangat kurang? Beranikah mereka bersedekah sejumlah ONH? Ikhlaskah mereka menyumbangkan ONH-nya itu? Atau memang kebanggaan menjadi haji jauh lebih berharga ketimbang menyelamatkan sesama saudara muslim?

Demikian sekelumit pemikiran "aneh" saya. Pemikiran saya ini memang tidak memiliki landasan syariat.. Tapi cobalah renungkan baik-baik....saya yakin banyak kadar kebenarannya..

Tidak ada komentar: